Jumat 06 Sep 2019 14:25 WIB

Pemerintah Permudah Investasi Hadapi Ancaman Dana Keluar

Bank Dunia memproyeksikan aliran dana keluar dari pasar Indonesia meningkat.

Rep: Adinda Pryanka / Red: Friska Yolanda
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kiri) bersama Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro (kanan) memberikan paparan saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (29/8/2019).
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kiri) bersama Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro (kanan) memberikan paparan saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (29/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, pemerintah akan terus membuat ekosistem investasi di Indonesia berada dalam situasi yang aman dan nyaman bagi para investor. Khususnya dalam menghadapi kondisi perekonomian global yang terus berubah.

Sesuai dengan arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi), Sri menjelaskan, pemerintah perlu lebih aktif melihat kebutuhan investor. Tujuannya, agar mereka dapat menerjemahkan minat investasi menjadi aktivitas investasi di Indonesia. "Tidak hanya sekadar berhenti di minat," tuturnya ketika ditemui di Gedung DPR/ MPR, Jakarta, Jumat (6/9).

Baca Juga

Sri menyebutkan, berbagai kebijakan yang tepat untuk mendorong investasi terus dilakukan. Di antaranya penyederhanaan regulasi dan birokrasi yang menyebabkan cost of doing business para investor menjadi tinggi serta memakan waktu lama.

Di sisi lain, Sri menambahkan, pemerintah bersama pemangku kepentingan terkait juga akan memastikan kondisi ekonomi makro yang stabil. Misalnya, pertumbuhan ekonomi tetap terjaga di kisaran lima persen dengan inflasi terjaga rendah dan pembangunan yang terus berjalan. Dengan begitu, calon investor dapat melihat Indonesia sebagai tempat destinasi yang baik bagi investasi.

Pada akhirnya, Sri mengatakan, aliran modal dan investasi akan mencari tempat yang dianggap aman ketika ekonomi global sedang dinamis. "Oleh karena itu, apabila Indonesia dapat menunjukkan diri sebagai tempat yang aman dan baik, mereka akan tetap datang ke Indonesia," tuturnya.

Dengan begitu, Sri menuturkan, dampak positif yang lebih luas bisa dirasakan ke berbagai bidang. Warga akan tetap mendapatkan pekerjaan, sementara perbaikan infrastruktur dapat terus dilakukan untuk mempermudah aktivitas dunia usaha maupun masyarakat.

Namun, Sri mengakui, pemerintah terus waspada terhadap kondisi ekoomi global yang terus berubah. Apabila dilihat tren ke depan, kemungkinan perlemahan ekonomi sedang dirasakan di beberapa negara penting yang direspon dengan kebijakan dari fiskal, moneter dan perdagangan. "Itu semua mempengaruhi kondisi lingkungan, di mana kita harus kelola," katanya.

Sebelumnya, World Bank (Bank Dunia) menilai, aliran dana modal yang keluar dari pasar Indonesia (capital outflow) berpotensi terus meningkat dibanding dengan 10 tahun terakhir. Penyebabnya, perlambatan ekonomi global yang ditambah dengan berlanjutnya perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan Cina. Potensi resesi ekonomi AS, perlambatan mesin ekonomi Eropa dan pelemahan di Cina juga menjadi faktor penyebabnya.

"Ini dapat menyebabkan suku bunga acuan Indonesia kembali meningkat dan rupiah terdepresiasi lebih dalam," tulis World Bank dalam slide presentasi bertajuk Global Economic Risks and Implications for Indonesia yang beredar di publik.

Ancaman capital outflow semakin urgent mengingat current account deficit (CAD) Indonesia yang sudah mencapai mencapai 8,4 miliar dolar AS per kuartal kedua 2019. Jumlah tersebut setara dengan tiga persen dari PDB. Bank Dunia memprediksi, CAD Indonesia pada akhir tahun dapat menyentuh 33 miliar dolar AS, naik dibanding dengan tahun lalu, 31 miliar dolar AS. Sedangkan, Foreign Direct Investment (FDI) hanya 22 miliar. Penanaman modal Indonesia di luar negeri baru mencapai 5 miliar dolar AS tiap tahun.

Dengan kondisi itu, Bank Dunia mencatat, Indonesia membutuhkan aliran modal masuk (capital inflow) 16 miliar dolar AS per tahun. Nominal itu untuk menutup kesenjangan defisit antara capital outfow dengan capital inflow

"Pembiayaan lebih akan akan dibutuhkan apabila terjadi lebih banyak capital outflow (dari yang diprediksi)," tulisnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement