Jumat 06 Sep 2019 00:55 WIB

Petani Tembakau Khawatirkan Dampak Kenaikan Cukai

APTI meyakini pemerintah akan memikirkan nasib petani tembakau.

Petani memanen tembakau di persawahan desa Mangunsari, Ngadirejo, Temanggung, Jawa Tengah, Kamis (8/8/2019).
Foto: Antara/Anis Efizudin
Petani memanen tembakau di persawahan desa Mangunsari, Ngadirejo, Temanggung, Jawa Tengah, Kamis (8/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) berharap pemerintah mempertimbangkan ulang rencana menaikkan cukai rokok. Menurut APTI, kenaikan cukai rokok dapat mengancam jutaan petani tembakau.

"Jika kenaikan cukai rokok diterapkan, maka akan berdampak pada ratusan industri kretek nasional, termasuk jutaan petani tembakau," kata Agus, kemarin.

Agus meyakini pemerintah akan memikirkan nasib petani tembakau sebagaimana yang telah dilakukan pada akhir 2018. Saat itu, pemerintah memutuskan tak jadi menaikkan cukai rokok.

Pemerintah pun kemudian menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK 010/2018 (PMK 156/2018) tentang Perubahan atas PMK Nomor 146/PMK 010/2017 (PMK 146/2017) tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

"Saat ini industri nasional hasil tembakau tengah dalam masa pemulihan menyusul diterbitkannya PMK 156/2018 yang lebih memberikan rasa keadilan bagi petani tembakau dan IHT. PMK 156/2018 adalah yang terbaik," katanya.

Kebijakan pemerintah yang akan menerapkan mekanisme penggabungan volume produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) juga disorot APTI.

Menurut Agus, mekanisme tersebut  sangat memberatkan industri rokok dan petani tembakau. "Jika kebijakan itu diterapkan, berimplikasi matinya industri kretek nasional dan jutaan petani tembakau juga akan ikut terdampak," ujar dia.

Merujuk kajian APTI, kata dia, kebijakan cukai memperlihatkan tren kenaikan setiap tahunnya, dengan rata-rata kenaikan mencapai 10-11 persen dalam empat tahun terakhir. Akibat kenaikan tersebut, banyak pabrik rokok kecil gulung tikar.

"Pabrik rokok kecil tersebut banyak menghasilkan SKT. Tutupnya pabrik rokok itu pada gilirannya mengganggu serapan hasil petani tembakau," katanya.

Agus berbarap agar apa pun aturan yang ditetapkan pemerintah, hendaknya memperhatikan nasib jutaan petani tembakau yang menjadi anggota APTI.

"APTI menyarankan agar 5 kementerian yang terkait dengan IHT secepatnya melakukan sinkronisasi regulasi agar nasib petani tembakau menjadi lebih jelas," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement