Kamis 05 Sep 2019 16:29 WIB

ABB Indonesia Siap Jadi Produsen Charger Mobil Listrik

ABB Indonesia menunggu aturan lanjutan dari Perpres Nomor 55 Tahun 2019.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Ilustrasi Mobil Listrik
Foto: Mgrol101
Ilustrasi Mobil Listrik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan teknologi swasta, ABB Sakti Industri (ABB Indonesia) menyatakan siap menjadi produsen charger mobil listrik di Tanah Air. Asalkan, petunjuk teknis pengembangan mobil listrik serta pasokan energi listrik dapat dipastikan pemerintah. 

Direktur ABB Indonesia, Dodon Ramlie, mengatakan, pihaknya kini telah memiliki dua jenis pengisi daya listrik yakni sistem AC dan DC. Pengisi daya dengan sistem DC dapat mengisi listrik pada mobil dalam waktu yang lebih singkat.  

Baca Juga

"Secara market memang belum ada gambaran detail karena semua baru pengenalan dan sosialisasi. Perpres mobil listrik sudah ada tapi kita perlu juknis," kata Dodon dalam konferensi pers di Indonesia ELectric Motor Show 2019, Jakarta, Kamis (5/9). 

Dodon mengaku, sejauh ini banyak perusahaan yang mengajak ABB Indonesia untuk bekerja sama dalam membangun industri pengisian daya mobil. Namun, pihaknya belum bisa memutuskan lantaran regulasi pemerintah baru Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019. 

Dibutuhkan aturan turunan dari masing-masing kementerian lembaga agar industri mendapat kepastian. Termasuk juga ihwal perpajakan. Apalagi, pemerintah sudah memastikan bahwa sumber daya alam untuk pembuatan mobil listrik dan baterai tersedian di Indonesia dalam jumlah besar. Karenanya industri pengisi daya menanti langkah lanjutan dari pemerintah. 

Mengenai teknologi yang dikembangkan ABB, Dodon menjelaskan, pengisian baterai mobil listrik dengan sistem AC selama 1 jam bisa untuk kebutuhan jarak tempuh 38 kilometer. Namun, dengan sistem DC dalam waktu yang sama mampu mengisi tenaga untuk jarak tempuh 250 kilometer. 

"Inilah yang dikatakan dengan fast charging yang dibutuhkan seiring pengembangan mobil listrik," ujar dia. 

Saat ini, ABB Indonesia mencatat setidaknya terdapat 6 juta populasi mobil listrik di dunia. Indonesia sendiri baru akan memulai pengembangan sehingga diperkirakan kebutuhan alat pengisi daya akan terus tumbuh. 

Dodon menjelaskan, pihaknya tidak mesti harus membangun stasiun pengisian listrik umum (SPLU) secara mandiri. Sebab, ABB pada dasarnya merupakan perusahaan teknologi yang memproduksi alat. Karena itu, peluang kerja sama dengan perusahaan swasta nasional maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terbuka. 

"Maka itu untuk industri charger mobil listrik kita harus membuat riset bersama karena semakin hari kebutuhan daya akan makin besar. Yang jelas, teknologi kami sudah terstandardisasi internasional," kata dia. 

Saat ini, kata Dodon, ABB Indonesia telah membangun SPLU di Serpong, Tangerang Banten. SPLU tersebut dibangun atas kerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) itu memiliki soket pengisian AC dan DC dengan tegangan 20 kilowatt. 

Namun, ia mengakui, alat-alat yang diproduksi sepenuhnya masih diimpor dari pabrik pusat di Italia. Itu karena di Indonesia belum terdapat industri produsen charger mobil listrik karena pemerintah selama ini belum memetakan pengembangannya. 

"Kita masih full impor. Mengenai kandugan dalam negeri belum bisa karena mmemang kegiatan R&D (research and development) belum bisa dilakukan di negara kita," ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement