Selasa 03 Sep 2019 16:14 WIB

Harga Garam Rp 175 per Kilogram, Petambak Tinggalkan Lahan

Petambak akan makin menderita kerugian jika memaksakan diri memanen garam.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Petani memanen garam di Losarang Indramayu, Jawa Barat, Kamis (1/8/2019).
Foto: Antara/Dedhez Anggara
Petani memanen garam di Losarang Indramayu, Jawa Barat, Kamis (1/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga komoditas garam rakyat yang diproduksi petambak tradisional makin anjlok. Harga terendah bahkan menyentuh hingga Rp 175 per kilogram, jauh di bawah biaya produksi sekitar Rp 850 per kilogram. 

Kejatuhan harga terdalam terjadi di Cirebon dan Indramayu, Jawa Barat. Sekretaris Jenderal Persatuan Petambak Garam Indonesia (PPGI) Waji Fatah Fadhilah mengatakan, belum ada perbaikan harga sejak tiga bulan terakhir. 

Baca Juga

"Ratusan hektare lahan di Cirebon dan Indramayu ditinggalkan petambak. Percuma dipanen karena harga tidak membuat balik modal," kata Waji saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (3/9).

Ia menyebut, terdapat sekitar 80 petambak di Indramayu dan 60 petambak di Cirebon yang berhenti panen. Garam kualitas II dan III yang mayoritas diproduksi hanya dihargai Rp 175 ribu per kg atau Rp 175 ribu per ton. Sementara, untuk membiayai buruh panen per ton per hari sudah Rp 120 ribu. Adapun garam kualitas I hanya dihargai Rp 200 per kg.

Petambak akan makin menderita kerugian jika memaksakan diri memanen garam.  "Percuma kita penen tapi tidak nutup. Kecuali yang darurat saja dia mau panen. Petambak kelas menengah ke bawah sudah ditinggalkan semua," ujar dia. 

Sementara itu, alih fungsi lahan belum dapat dilakukan. Biasanya petambak mengalihkan lahan untuk menebar benih udang dan dan ikan bandeng. Namun, saat ini belum musimnya dan tidak memungkinkan dilakukan alih fungsi lahan. 

PPGI mendesak pemerintah untuk segera melakukan langkah konkret demi menyelamatkan petambak. Dirinya pun mempertanyakan komitmen penyerapan garam oleh industri yang telah diteken pada Agustus lalu. 

"Belum ada langkah yang nyata dari pemerintah. Harga sudah sangat rendah. Mereka yang meninggalkan lahan sementara jadi pengangguran," ujar dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement