REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal disebutkan mengenai kewajiban sertifikasi halal produk. Aturan ini bakal diterapkan pada 17 Oktober 2019 sambil menunggu aturan teknis pelaksanaannya dari Kementerian Agama (Kemenag).
Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Sukoso menyampaikan, penerapan wajib sertifikasi halal itu memang harus menunggu aturan teknis dari Kemenag. Saat ini, aturan teknisnya masih dalam proses.
"PMA (Peraturan Menteri Agama)-nya on going progress. Kita evaluasi drafnya, bersama-sama ini sedang dilakukan dengan lembaga yang terkait," kata Sukoso, di Jakarta, Senin (2/9).
Sebagai catatan, jaminan produk halal dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2019 yang baru saja disahkan pemerintah. Secara teknis melalui beleid tersebut, BPJPH berwenang mengeluarkan sertifikat halal terhitung di 17 Oktober nanti. Sedangkan sebelumnya, sertifikat halal dikeluarkan masih dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Dalam PP itu nantinya BPJPH juga diwajibkan menyurati pemegang sertifikat halal untuk meninjau kembali masa berlaku sertifikatnya. Peninjauan dilakukan setiap tiga bulan sebelum masa berlakunya habis. "Mereka yg sudah disertifikasi sebelumnya oleh LPPOM (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika) MUI cukup mendaftar ke kita (BPJPH). Supaya kita punya data," pungkasnya.
Untuk diketahui, Kemenag sedang menyusun Peraturan Menteri Agama (PMA) pendukung. Penyusunan itu dilakukan untuk menindaklanjuti PP Nomor 31 tahun 2019 tentang Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Materi UU tersebut mewajibkan sertifikasi halal mulai 17 Oktober 2019. Kewajiban sertifikasi halal secara teknis operasional akan diterapkan secara bertahap, dan diatur dalam bentuk PMA tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal.