REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan menaikkan dana bantuan sosial (bansos) yang diterima masyarakat sekitar 36 persen dari Rp 110 ribu menjadi Rp 150 ribu per bulan. Kenaikan bansos diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat kelas bawah sehingga meringankan kebutuhan hidup.
Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin, Kementerian Sosial, Andi ZA Dulung mengatakan, kenaikan dana bansos diikuti dengan penambahan jumlah kepesertaan tahun depan sebanyak 15,6 juta keluarga. Dengan kenaikan dana bansos per rumah tangga, total anggaran bantuan sosial lewat kartu sembako mencapai Rp 28 triliun.
Ia mengungkapkan, kenaikan tersebut bukan karena pemerintah memproyeksi akan terjadi lonjakan inflasi. Namun, agar rumah tangga penerima bansos bisa memperbanyak pembelian kebutuhan pokok.
"Tahun depan dana bansos naik. Ini supaya jenis bantuan bertambah. Ada tambahan supaya dia juga besi beli sayur, daging," kata Andi saat ditemui di Jakarta, akhir pekan ini.
Penyaluran bansos tersebut tetap menggunakan Kartu Sembako Murah seperti yang sudah dijanjikan oleh Presiden Joko Widodo dalam masa kampanyenya. Menurut dia, masih ada rapat teknis lanjutan mengenai pelaksanaan penyaluran bansos tahun depan menggunakan kartu sembako.
Adapun khusus bantuan beras, ia menyampaikan mulai 1 September 2019 ini mekanisme penyaluran sudah penuh menggunakan skema Bantuan Pangan Nontunai (BPNT). Dengan kata lain, penyaluran beras dalam program Beras Sejahtera yang disalurkan oleh Bulog ditiadakan.
Bulog, kata Andi, harus bersaing bebas dengan perusahaan swasta penyedia beras. Pemerintah menerapkan pasar bebas untuk komoditas beras dalam program bansos. Namun, pemerintah tetap mendorong Bulog untuk menyediakan beras di setiap wilayah, meningkatkan kualitas, dengan harga yang terjangkau.
"Sekarang tidak bisa begitu (memprioritaskan beras Bulog) lagi caranya. Uang bansos sekarang bukan lagi ke produsen, tapi masyarakat yang belanja. Ekstremnya, kalau masyarakat tidak mau belanja ya sudah," kata dia.