Selasa 27 Aug 2019 09:40 WIB

BI: Penurunan Suku Bunga Perbankan Terkendala Risiko Kredit

Jika angsuran kredit lancar, perbankan cenderung menawarkan bunga rendah.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolanda
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (22/8/2019).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (22/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia menilai risiko kredit menjadi hambatan penurunan suku bunga perbankan. Sebab profil risiko kredit calon debitur mempengaruhi pemberian tingkat suku bunga kredit kepada nasabah. 

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengakui kondisi tersebut sedang dialami para pelaku usaha. “Kami menyerukan agar permasalahan tersebut segera diurai guna mendorong pertumbuhan kredit dunia usaha,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (27/8).

Baca Juga

Perry menggambarkan jika angsuran lancar maka perbankan cenderung menawarkan bunga rendah. Sebaliknya, jika angsuran macet maka perbankan cenderung mematok bunga tinggi. 

“Bunga tinggi tersebut digunakan untuk menutup risiko pembiayaan macet. Makanya ini yang sama-sama BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pemerintah, dan dunia usaha selesaikan,” ucapnya. 

Perry pun memahahmi jika perbankan hati-hati mempertimbangkan profil risiko kredit calon nasabah. Alasannya, dunia usaha juga menghadapi berbagai tantangan baik dari regulasi pemerintah, perizinan dan permasalahan masing-masing bidang usaha. 

“Perlu kerja keras agar premi risiko di dunia usaha itu juga bisa turun," ucapnya.

Pada 1 Juli 2019, Bank Indonesia telah mengeluarkan kebijakan guna mendorong likuiditas perbankan melalui penurunan rasio Giro Wajib Minimum (GWM). Kemudian disusul penurunan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin dari 5,75 persen menjadi 5,5 persen pada Agustus 2019. Nantinya penurunan ini akan diikuti dengan penurunan suku bunga kredit perbankan. 

Dengan segala kebijakan itu, Perry meminta pelaku usaha untuk segera meningkatkan permintaan kreditnya. Dia mengimbau pelaku usaha untuk berhenti menunggu dan mengamati dalam memutuskan mengembangkan bisnisnya. 

"Apapun yang kami lakukan untuk menurunkan suku bunga tidak ada artinya kalau dunia usaha masih wait and see," katanya. 

Tak hanya mendorong permintaan kredit, Perry juga mendorong pelaku usaha untuk menggenjot investasi. Hal ini mengingat pertumbuhan investasi menjadi senjata utama pendorong pertumbuhan ekonomi. 

"Kami tahu masih banyak faktor regulasi pemerintah, setiap hari kami urai, kami bicara dengan pemerintah. Mari kami uraikan dan selesaikan satu-satu, tetapi jangan sudahlah saya tidak mau investasi. Sebab, agak berat untuk kami mendorong ekonomi," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement