REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi kunci penting agar ekonomi syariah Indonesia berkembang pesat di ranah global. Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani menyampaikan potensi dari sisi jumlah saja tidak cukup untuk mengembangkan ekonomi syariah.
"Ekonomi syariah harus juga menunjukkan kualitas, kinerja baik karena konten atau substansi yang ada di dalamnya," katanya dalam Muktamar IAEI ke-IV di Ritz Carlton, Jakarta, Jumat (23/8).
Ekonomi Syariah perlu dibedah untuk menemukan titik krusial yang membuatnya sulit berkembang. Saat ini permasalahan utamanya masih berkutat pada kurangnya daya saing di masyarakat. Produk-produk syariah masih memiliki biaya operasional tinggi dan skala ekonomi rendah.
Padahal ekonomi syariah sudah berdiri selama tiga dekade. Sejauh ini pembangunan regulasi terus diinisiasi untuk semakin memperkuat pondasi. Sri mengatakan ekonomi syariah Indonesia sebenarnya punya banyak pencapaian besar termasuk Indonesia sebagai peluncur sukuk hijau global terbesar di dunia.
Ekonomi syariah sudah diakui sangat penting dalam perekonomian Indonesia tidak hanya sebagai bentuk aspirasi tapi juga pengelolaan negara. Ekonomi syariah menjadi arus pembangunan yang dapat menciptakan stabilitas nasional.
"Kalau kita hanya tergantung hanya pada satu jenis instrumen, maka kondisi Indonesia menjadi rapuh," kata dia.
Ekonomi syariah membawa pasar baru yang dapat ikut menopang perekonomian secara nasional. Dari sisi regulasi dan inovasi instrumen, menurutnya, Indonesia sudah masuk radar global. Pasar produk syariah Indonesia tidak hanya Timur Tengah, tapi juga Eropa dan Amerika Serikat.
Kemenkeu juga mulai diversifikasi basis investor ke skala terkecil yakni ritel. Sukuk ritel menjadi alat literasi bagi masyarakat untuk mengenal produk syariah juga kebijakan pemerintah.
Nilainya dibuat sangat kecil sehingga bisa dibeli masyarakat dan mudah karena menggunakan teknologi digital. Namun demikian, Indonesia saat ini belum bisa masuk 10 besar pemain utama di sektor ekonomi syariah hanya dengan inovasi.
"Karena yang dihitung tidak cuma jumlah instrumen syariah tapi ekonomi syariah secara keseluruhan," kata dia.
Sri mengatakan Indonesia harus mengakui bahwa industri yang berbasis syariah masih tertinggal. Mulai dari makanan halal hingga pariwisata halal. Sri mengatakan ekosistem menjadi jawaban untuk pengembangan yang masif.
Sudah bukan saatnya Indonesia bicara posisinya di tingkat global, melainkan sudah ada dimana ekosistem syariah Indonesia. Jika bicara ekosistem, maka tidak hanya membahas terkait legislasi, instrumen, standar operasional, tapi juga pemainnya.
"Yang menjadi penghalang berkembang adalah kualitas sumber daya manusia kita, jumlah banyak, tapi bagaimana kualitasnya?," kata perempuan yang dijagokan menjadi Ketua Umum IAEI yang baru ini.