REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memutuskan memangkas Pajak Penghasilan (PPh) bunga obligasi dan/atau diskonto di sektor infrastruktur. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi yang mulai berlaku pada 12 Agustus 2019.
Dalam peraturan tersebut, investor dapat menikmati PPh bunga obligasi atau diskonto hanya lima persen sampai dengan tahun 2020 (tidak dibatasi tahun mulainya). Sementara itu, 10 persen untuk tahun 2021 dan seterusnya.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Robert Pakpahan menjelaskan, kebijakan ini dimaksudkan untuk mendorong pendalaman pasar keuangan domestik. "Sekaligus mendorong keterlibatan masyarakat dalam pembiayaan di sektor infrastruktur," katanya ketika ditemui di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Jumat (23/8).
Lebih lanjut, PP ini menyebutkan bahwa obligasi uang dimaksud merupakan surat utang, surat utang negara, dan obligasi daerah, yang berjangka waktu lebih dari 12 bulan. Sementara bunga obligasi adalah imbalan yang diterima dan/atau diperoleh pemegang obligasi dalam bentuk bunga dan/atau diskonto.
Robert menuturkan, keputusan tersebut seiring dengan kajian objektif pemerintah mengingat pendalaman pasar keuangan di Indonesia harus terus dipikirkan. Ia juga menyebutkan, penurunan PPh bunga obligasi dan/atau diskonto di sektor infrastruktur menjadi salah satu prioritas pemerintah.
Hanya saja, ketentuan ini hanya diperluas pada bunga dan/atau diskonto yang diterima wajib pajak (WP) reksa dana, dana investasi infrastruktur berbentuk kontrak investasi kolektif, dana investasi real estate berbentuk kontrak investasi kolektif, serta efek beragunan aset berbentuk kontrak investasi kolektif yang terdaftar atau tercatat pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebutkan, pemangkasan Pajak Penghasilan (PPh) bunga obligasi dan/atau diskonto di sektor infrastruktur ini merupakan bentuk insentif kepada para investor. "Sehingga, dia akan terpengaruh (berinvestasi)," katanya ketika ditemui di kantornya, Jumat.
Dalam peraturan sebelumnya, tarif tersebut hanya berlaku bagi reksa dana sedangkan kontrak investasi kolektif dikenai tarif yang lebih tinggi yaitu 15 persen. Penting diperhatikan, peraturan ini tidak menurunkan tarif bagi kontrak investasi kolektif seperti DINFRA menjadi nol persen.