REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Pemerintah memastikan industri pengguna garam akan menyerap garam produksi dalam negeri. Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Achmad Sigit menyampaikan, komitmen penyerapan garam lokal harus dijalankan seluruh pelaku industri demi menjaga ketahanan pangan. Apalagi, Indonesia baru bisa memenuhi sendiri 1,1 juta ton garam dari total kebutuhan mencapai 4,4 juta ton per tahun.
Kementerian Perindustrian, ujar Sigit, berkomitmen untuk menyerap 1,1 juta ton garam rakyat. Ia menegaskan bahwa serapan terus berjalan hingga kini, bergantung pada keberadaan garam dan kualitas yang diproduksi. Harga garam lokal sendiri memang dibanderol lebih mahal ketimbang garam impor yang dipatok 30 dolar AS per ton.
"Harus komitmen industri dalam negeri karena ini masalah ketahanan industri, ketahanan nasional karena kalau ada apa-apa sama importasi, kalau dalam negeri kita nggak punya, itu membahayakan industri kita," ujar Sigit saat mendampingi Presiden Jokowi meninjau tambak garam di Nunkurus, Kabupaten Kupang, NTT, Rabu (21/8).
Pemerintah, ujar Sigit, mendukung keberadaan industri pengolah garam. Industri pengolahan akan menjembatani petambak rakyat dengan industri yang akan menyerap garam. Sigit menjelaskan, garam rakyat dengan kualitas yang belum memenuhi standar industri akan diolah lagi oleh industri pengolahan garam agar dihasilkan garam dengan standar industri.
Untuk kasus di Kupang, garam rakyat yang dihasilkan sudah memiliki kadar NaCl nyaris 95 persen, sehingga sudah memenuhi standar industri. Kemenperin mencatat, industri seperti makanan dan minuman hingga obat-obatan hanya bisa menyerap garam dengan kandungan NaCl tinggi.
"Yang bisa disuplai ke industri pengolah garam yang 95 persen. Itu pun untuk kebutuhan industri sekitar 97 persen itu yang industri teknis. Tapi kalau industri makanan, farmasi paling tidak 99,9 persen. Ini perlu pengeringan cukup besar," katanya.