REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian (Irjen Kementan), Justan Riduan Siahaan membantah dengan keras adanya tudingan bahwa langkah Mentan Andi Amran Sulaiman mencopot sejumlah pejabatnya melanggar arahan Presiden Joko Widodo. Justru Kebijakan tegas ini ditempuh sebagai komitmen negara untuk menciptakan pemerintahan yang berintegritas.
“Kami sangat alert dengan arahan presiden dimaksud saat mengambil keputusan itu dengan kemungkinan reaksi dari yang bersangkutan. Alert, bahwa negara kita negara hukum. Kebijakan ini merupakan bukti komitmen kami menjalankan hokum,” ujarnya.
Justan menilai tudingan bahwa pencopotan ini melanggar arahan Kepala Negara salah sasaran. Sebab pencopotan tersebut merupakan bentuk tindakan tegas sebagai komitmen yang tidak memberikan toleransi kepada korupsi.
Pencopotan ini merupakan langkah strategis mengikuti PP 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Peraturan ini mengamanatkan pimpinan kementerian atau lembaga untuk memitigasi risiko. Risiko korupsi sangat strategis di Kementerian Pertanian, dan keputusan mencopot sementara adalah tindakan strategis.
“Pak menteri memiliki sikap yang jelas akan kasus suap bawang putih ini, memberikan ruang yang luas bagi KPK untuk melakukan penyelidikan,” tegas Justan, Jakarta (16/8).
Justan menjelaskan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan daerah. Tujuannya untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Dalam kasus suap bawang putih ini, Kementan mempersilakan KPK mengungkap kasus suap impor bawang putih secara terang benderang, sehingga publik melihat masalah ini dengan objektif. “Meskipun sebenarnya belum diketahui keterlibatan pejabat Kementan, namun Mentan merasa perlu mengambil langkah tegas, konkrit dan segera sebagai komitmennya dalam anti korupsi,” jelasnya.
Justan menjelaskan bahwa yang dimaksud tidak boleh mengganti jabatan strategis tersebut adalah bila kondisinya dalam keadaan normal, sementara yang dilakukan Mentan adalah upaya mitigasi risiko terhadap kasus yang sedang terjadi.
Langkah Menteri Pertanian yang mencopot sejumlah pejabat di Ditjen Hortikultura juga harus dicatat sebagai upaya untuk memitigasi Risiko Reputasi Kementerian Pertanian yang sedang diakui kinerja positipnya dalam perekonomian Indonesia dan juga mendapat penghargaan anti gratifikasi dua kali (2017 dan 2018) dari KPK. Sejak awal Kementan telah kerjasama dengan KPK, dan secara khusus 3 personil KPK ditempatkan di Kementan untuk pencegahan korupsi.
“Hasilnya, hingga saat ini Kementan melalui Ditjen Hortikultura telah memblacklist 72 importir bawang nakal. Pegawai di Ditjen Hortikultura juga terbukti sudah berani melaporkan ke KPK terkait pemberian gratifikasi, dan ini nyata dilakukan oleh mereka,” cetusnya.
Lebih lanjut Justan menegaskan langkah Mentan Amran ini pun merupakan bagian dari revolusi mental dan reformasi birokrasi. Hingga saat ini, Mentan Amran sangat fokus merevolusi mental dan birokrasi, terbukti dari karena ‘bermain-main, sebanyak 1.432 pegawai Kementan telah didemosi dan mutasi.
“Ini adalah tanggung jawab moril kami, para Eselon I sebagai pimpinan tinggi Kementerian, dan tidak ingin terjadi pembiaran terhadap isu yang berkembang. Pencopotan pejabat yang dimaksud adalah langkah antisipasi saja, dan yang bersangkutan akan dikembalikan ke jabatannya semula bila tidak ditemukan bukti dan indikasi pelanggaran. Kami mendukung KPK sepenuhnya dalam menjalankan proses hukum,” pungkasnya.