Kamis 15 Aug 2019 08:47 WIB

BTPN Syariah Cetak Laba Rp 610 Miliar

20 ribu nasabah prasejahtera BTPN Syariah mendorong perolehan dana pihak ketiga.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolanda
 Aktivitas di stand BTPN Syariah, Jakarta, Jumat (20/10).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Aktivitas di stand BTPN Syariah, Jakarta, Jumat (20/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah (BTPN Syariah) mencatatkan laba bersih sebesar Rp 610 miliar pada semester satu 2019. Pertumbuhan ini meningkat 39,4 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya Rp 449 miliar.

Direktur Utama BTPN Syairah Ratih Rachmawaty mengatakan pencapaian laba tersebut ditopang dari program keluarga prasejahtera produktif. “Sejak 2010 kami terus fokus melayani keluarga prasejahtera produktif Indonesia,” ujarnya dalam keterangan tulis yang diterima Republika.co.id, Kamis (15/8).

Menurutnya saat ini BTPN Syariah memiliki 20 ribu nasabah prasejahtera, nasabah ini ikut mendorong perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp 8,88 triliun atau meningkat 27 persen secara tahunan. Nasabah pendanaan dilayani oleh personal banker profesional, hampir 100 persen dana yang ditempatkan disalurkan kepada keluarga prasejahtera produktif yang mencapai 3,6 juta nasabah aktif (total penerima pembiayaan sejak 2010 telah mencapai lebih dari 5 juta).

Adapun perolehan laba tersebut juga ditopang dari peningkatan efisiensi perseroan dalam mengoperasikan bisnis. Hal ini tercermin dari beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) yang terjaga rendah 60,4 persen atau membaik dari periode tahun sebelumnya 62,9 persen.

Sementara realisasi pembiayaan yang tumbuh sebesar 24 persen menjadi Rp 8,54 triliun dari semester satu 2018 sebesar Rp 6,87 triliun secara  year on year (yoy). Pertumbuhan tersebut diikuti dengan kualitas pembiayaan atau non performing financing (NPF) yang melandai menjadi 1,34 persen dari tahun sebelumnya 1,65 persen.

Hingga periode Juni 2019 total aset BTPN Syariah ikut terkerek naik menjadi Rp 13,94 triliun atau tumbuh 30 persen secara (yoy) dari tahun sebelumnya Rp 10,73 triliun. Dari sisi rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) masih tebal pada posisi 39,4 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement