REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Bappenas menilai, belanja infrastruktur masih menjadi prioritas pemerintah dalam beberapa tahun ke depan. Sebab, daya dorongnya terhadap pertumbuhan ekonomi sektor konstruksi masih sangat tinggi, yakni 0,55 persen.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menjelaskan, prioritas tersebut juga disebabkan pertumbuhan belanja infrastruktur Indonesia yang masih lebih rendah dibandingkan negara tetangga atau negara satu kawasan. "Apa yang kita bangun masih kalah cepat," tuturnya dalam seminar nasional di kantornya, Jakarta, Senin (12/8).
Berdasarkan data Bappenas yang mengutip dari Oxford Economic, World Bank Data (WBD), pertumbuhan belanja infrastruktur Indonesia sebesar 8,60 persen. Sedangkan, Malaysia berada di atas Indonesia dengan 8,70 persen. Indonesia juga kalah dibandingkan Filipina, Vietnam dan Thailand yang masing-masing tumbuh 12,6; 11,5 dan 10,3 persen.
Bambang mengakui, dampak dari belanja infrastruktur tidak bersifat jangka pendek, melainkan jangka menengah dan panjang. Hal ini juga yang kerap menjadi pertanyaan kepada pemerintah tentang prioritasnya kepada belanja infrastruktur.
Tapi, Bambang menegaskan, program prioritas memang tidak hanya berbicara generasi sekarang, melainkan generasi mendatang. Sebab, kalau hanya berpikir untuk jangka pendek, semua tindakan hanya akan adhoc atau menyelesaikan kasus yang sifatnya sementara. "Jadi sulit berkembang," ucapnya.
Bambang juga menyebutkan, Indonesia tidak pernah dapat mengurangi kebutuhan belanja infrastruktur. Meski kita sekarang sudah banyak membangun, masih banyak daerah yang tertinggal. Kondisi geografis Indonesia yang memiliki banyak pulau menjadi tantangan besar dalam pemerataan pembangunan.
Bambang menuturkan, urgensi belanja infrastruktur dapat terlihat di Indonesia bagian timur seperti Maluku dan Papua. Konektivitas masih menjadi pekerjaan rumah besar di daerah tersebut.
"Tidak perlu jauh-jauh, Banten bagian Selatan dan Jawa Barat bagian selatan juga ditemukan kondisi yang sama," ujarnya.
Selain belanja infrastruktur, belanja pendidikan dan kesehatan juga harus ditingkatkan secara kuantitas maupun kualitas. Sebab, dalam kajian Bappenas terlihat bahwa dampak kementerian/lembaga terhadap pertumbuhan dua sektor tersebut masih rendah.
Sementara tingkat elastisitas ke sektor pendidikan hanya 0,39, jasa kesehatan lebih kecil, yaitu 0,21. Artinya, setiap satu persen belanja di dua sektor tersebut hanya berkontribusi tidak sampai 0,50 persen terhadap pertumbuhan ekonomi masing-masing sektor.
Bambang menyebutkan, Bappenas mendorong pemerintah daerah (pemda) berperan aktif dalam mengatasi permasalahan tersebut. Sebab, mereka lebih memahami isu kesehatan dan pendidikan di daerah masing-masing.
"Apalagi ini mandatory spending (pengeluaran wajib yang sudah tertuang dalam undang-undang)," katanya.