REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pakar kelautan dan perikanan yang juga guru besar Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB Bogor, Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS diundang untuk menyampaikan pemaparan “Strategi Pembangunan Ekonomi Kelautan Untuk Mewujudkan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia” pada Seminar Nasional “Prospek Poros Maritim Dunia di Periode Kedua Presiden Jokowi”.
Kegiatan yang diselenggarakan oleh The Habibie Center dan The Hans Seidel Foundation di Jakarta, Selasa (6/8) itu dibuka oleh Ketua Dewan Penasehat The Habibie Center,Prof Dr Sofian Effendi. Keynote speech oleh Prof Sjarief Wijaya (kepala Badan Litbang dan SDM, KKP) mewakili menteri kelautan dan perikanan. Nara sumber lain adalah Dr Jaleswari Prordhawardhani (deputi V KSP), Ir Thomas Darmawan (APINDO), dan Dr Muhammad Arif (peneliti The Habibie Center).
Dalam pemaparannya, Prof Rokhmin Dahuri mengapresiasi capaian kinerja kabinet Jokowi periode pertama terkait sektor kelautan dan perikanan. Ketua DPP PDIP Bidang Kemaritiman itu menyebutkan, di antaranya efek jera IUU fishing oleh nelayan asing; dwelling time yang menurun dari 8,5 hari menjadi 4 hari; dan logistic performance index yang membaik sehingga persentase biaya logistik terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menurun.
"Selain itu, program tol laut yang pada umumnya telah meningkatkan efisiensi angkutan penumpang dan barang antarpulau. Sehingga, mengurangi disparitas harga barang antara Jawa versus luar Jawa, termasuk meningkatnya jumlah wisman dan devisa pariwisata," ujarnya seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Selasa (6/8).
Pakar kelautan dan perikanan IPB, Prof Rokhmin Dahuri, mengapresiasi dan mengkritisi kinerja sektor kelautan dan perikanan pemerintahan Jokowi priode pertama.
Namun, mantan menteri kelautan dan perikanan tersebut memberi catatan khususnya terkait kontribusi sektor kelautan dan perikanan yang belum optimal terhadap PDB.
"Kinerja ekonomi kelautan masih jauh dari optimal bagi nelayan dan masyarakat kelautan lain, pertumbuhan ekonomi, kontribusi terhadap PDB, nilai ekspor, pemerataan pembangunan, dan penyediaan lapangan kerja," tegas ketua umum Masyarakat Akuakultur itu.
Bahkan, kata Rokhmin, kehidupan nelayan dan pembudidaya (terutama marikultur dan perairan payau) semakin susah. “Sebanyak 14 pabrik surimi di Pantura mati suri. Sentra industri pengolahan perikanan (Belawan, Muara Baru, Cilacap, Benoa, Bitung, Ambon, Kaimana, dan Sorong) mati suri akibat kekurangan bahan baku," paparnya.