REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah perusahaan industri pengolahan garam menyatakan komitmennya untuk melakukan penyerapan garam sebanyak 1,1 juta ton dalam waktu satu tahun ke depan. Penyerapan akan dilakukan langsung dari sentra pergaraman nasional.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengapresiasi langkah Kementerian Perindustrian yang memfasilitasi komitmen penyerapan tersebut. Pembaruan komitmen penyerapan menjadi niatan baik industri terhadap garam lokal. Namun, target penyerapan garam masih dibawah ekspektasi KKP.
"Sebetulnya kami ingin lebih tinggi. Tapi ya kita pantau saja, karena dengan begitu mereka (industri) pasti akan jaga (kurangi) volume garam impor," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP, Brahmantya Setyamurti Poerwadi saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (6/8).
Ia mengatakan, Kementerian Perindustrian sebagai institusi yang berwenang mengawasi aktivitas industri pengolahan garam harus mengawasi ketat komitmen penyerapan. Berapapun komitmen volume serap garam harus dipastikan dilakukan oleh setiap perusahaan.
Selain itu, stok garam tahun 2018 yang belum terserap juga perlu diperhitungkan untuk bisa diserap industri. Hingga 30 Juli 2019, jumlah produksi garam dalam negeri oleh petambak sebesar 107.452 ton. Sementara garam yang diproduksi oleh PT Garam sebanyak 145.952 ton.
Terdapat juga stok garam sisa produksi dari petambak tahun 2018 sebesar 227.815 ton dan PT Garam 425.815 ton. "Berapapun suplainya harusnya dipastikan terserap. Tapi saat ini KKP sudah tidak ada mandat untuk mengontrol garam di industri," ujarnya.
Brahmantya menyampaikan, KKP akan terus berusaha untuk meningkatkan kualitas dan produksi garam lokal. Program seperti Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (Pugar) dan bantuan geomembran terus dilakukan. KKP tetap menjaga mandat untuk membenahi pergaraman nasional di tingkat hulu.
Sementara soal penyerapan dan pengolahan garam, sepenuhnya diserahkan Kementerian Perindustrian yang memiliki tugas dan fungsi. Pasca disepakatinya komitmen penyerapan, pihaknya menunggu realisasi dari janji industri untuk menggunakan garam rakyat.
"Tahun 2018 produksi garam lokal sampai 2,7 juta ton. Itu cukup signifikan. Tinggal semuanya dikembalikan kepada niat baik masing-masing. Dukungan kebijakan untuk petambak rakyat," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim, Abdul Halim, menambahkan diperlukan audit atas pelaksanaan penyerapan garam yang sudah dilakukan. Audit itu dapat digunakan sebagai dasar kebijakan untuk mengatur penggunaan garam lokal ke depan.
Menurut Abdul, audit akan memberikan arah kebijakan apakah memang penyerapan garam lokal oleh industri perlu ditingkatkan atau justru sebaliknya.