REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat hingga pelaku usaha menanti kepastian aliran listrik kembali normal. Pada Ahad (4/8), pemadaman listrik secara massal melanda masyarakat di Jabodetabek, Banten, hingga Jawa Barat. Di beberapa wilayah, pemadaman listrik masih terjadi pada Senin (5/8).
Pelaksanaan Tugas (Plt) Direktur Utama (Dirut) PT PLN (Persero) Sripeni Inten Cahyani mengatakan proses pemulihan memerlukan waktu lebih dari 24 jam. Pasalnya, terjadi gangguan di transmisi di sirkuit utara pada sistem jaringan Jawa-Bali.
Selama ini, wilayah Jawa-Bali ditopang oleh jaringan utara dan selatan dengan kapasitas daya hingga 500 KV. Inten mengungkapkan, dua sirkuit Ungaran dan Pemalang putus, sehingga secara otomatis daya dari area timur ke barat pindah menuju ke selatan.
Inten menyebutkan, pada Ahad (4/8), PLN memang sedang melakukan pemeliharaan jaringan untuk jaringan selatan. Pemeliharaan memang kerap dilakukan PLN saat hari libur mengingat beban listrik relatif rendah dibandingkan dengan hari-hari biasa.
"Satu jalur selatan sedang dalam proses pemeliharaan sehingga tinggal satu jalur. Ketika terjadi dua siyrkit utara lepas dan masuk ke jalur selatan, ini menyebabkan goncangan sistem," ujar Inten di kantor pusat PLN, Jakarta, Senin (5/8).
Apabila dibiarkan, lanjut Inten, pembangkit-pembangkit lain yang masih beroperasi normal akan ikut terlepas. Oleh karena itu, secara kesisteman, pembangkit lain secara otomatis ikut melepaskan diri seperti yang ada pada jaringan Tasik-Depok.
Mengenai lamanya proses pemulihan, kata Inten, lantaran PLTU yang sudah relatif lama lepas, terputus, atau tidak beroperasi, memerlukan waktu untuk kembali memulai proses produksi. "PLTU harus mulai dengan cold start, beroperasi dari dingin, dan itu lebih dari delapan jam baru normal memproduksi produksi uap yang menggerakkan turbin menjadi liatrik," ucap Inten.
Saat kejadian Ahad (4/8), PLTU Suralaya baru mendapatkan pasokan listrik dari PLTU Balaraja yang memulai proses beroperasi dari dingin sekira menjelang Maghrib.
"Butuh delapan jam, makanya pukul 03.00 WIB sudah sudah ada yang masuk (menyala)," kata Inten.
Bicara mengenai penyebabnya, kata Inten, bukan berasal dari faktor gempa yang melanda wilayah Banten, Jawa Barat, dan Jabodetabek pada Sabtu (3/8). Inten menyebutkan, PLN masih akan melakukan pendalaman dan menggandeng pihak independen melakukan proses investigasi. Inten memaparkan, banyak penyebab yang bisa saja mengakibatkan terganggunya pembangkit.
"Jadi, kalau kita bicara sistem tegangan, ini bervariasi ya. Dalam tegangan ekstra tinggi kan melintasi sekian area. Kami dalam proses investigasi, kadang-kadang kita suka tahu ada layangan itu juga bisa menyebabkan jaringan putus. Kemudian jaringan yang ini kena dahan pohon, itu juga bisa menyebabkan putus. Ini memang banyak karena jaringan 500 kV terbuka," kata Inten.
Yang pasti, ucap Inten, penyebab gangguan sistem kelistrikan masih berada pada tataran teknis, bukan sabotase. Inten mengaku telah menyampaikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait sejumlah langkah yang akan dilakukan PLN untuk mengantisipasi peristiwa ini tidak terulang kembali. Salah satunya sudah ada di dalam RUPTL maupun di dalam RKAP mengenai menambah jaringan 500 kv di utara dan selatan agar ada cadangan supaya tidak empat jaringan seperti yang selama ini terjadi.
"Adanya proses transfer dari timur ke barat karena pusat beban banyak di barat, listrik murah dari timur. Ini sudah ada dalam RKAP dan ini yang tadi Pak Jokowi minta segera laksanakan," kata Inten menambahkan.