Jumat 02 Aug 2019 15:10 WIB

Aturan untuk Kendalikan Peredaran Ponsel Black Market Dibuat

Salah satu yang diatur adalah validasi international mobile equipment identity (IMEI)

Rep: Imas Damayanti/ Red: Friska Yolanda
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara (tengah, berkacamata) berpose bersama sejumlah perwakilan dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Direktorat Bea Cukai, di sela-sela seminar nasional tentang Potensi Kerugian Akibat Ponsel Black Market, Jakarta, Jumat (2/8).
Foto: Republika/Imas Damayanti
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara (tengah, berkacamata) berpose bersama sejumlah perwakilan dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Direktorat Bea Cukai, di sela-sela seminar nasional tentang Potensi Kerugian Akibat Ponsel Black Market, Jakarta, Jumat (2/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui tiga kementerian tengah menggodok Peraturan Menteri (Permen) untuk mencegah peredaran ponsel black market. Rencananya, peraturan tersebut bakal disahkan pertengahan Agustus ini yang bertepatan dengan HUTRi ke-74.

Ketiga kementerian yang masing-masing akan mengeluarkan aturan pengendalian ponsel black market antara lain Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo). Salah satu aturan yang diatur adalah tentang validasi international mobile equipment identity (IMEI).

Baca Juga

“Kami harapkan aturan itu bisa keluar dan terealisasi secepatnya. Permen di masing-masing kementerian itu berbeda tapi substansinya itu terintegrasi,” kata Menkominfo Rudiantara, di Jakarta, Jumat (2/8).

Dia berharap keluarnya permen dari tiga kementerian itu bakal menyehatkan ekosistem industri telekomunikasi nasional. Diketahui di beberapa negara validasi IMEI juga telah diterapkan. Menurut dia pengendalian peredaran itu dapat menguntungkan negara dengan adanya pendapatan dari pajak yang terdongkrak. Di sisi lain, konsumen juga dapat terlindungi. 

Karena dia menilai selama ini adanya peredaran ponsel black market sangat merugikan bagi banyak pihak, yakni konsumen, industri, hingga negara. Oleh karena itu pemerintah berkomitmen mengatur regulasi di sisi tata niaga.

Berdasarkan catatan Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI), setiap tahunnya terdapat 45 juta ponsel pintar baru yang masuk ke Indonesia. Dari jumlah tersebut, sekitar 20-30 persen atau sekitar 9 juta unit merupakan ponsel black market.

Artinya, dengan asumsi harga ponsel per unit sebesar Rp 2,2 juta, nilai ponsel baru yang beredar diakumulasikan sebesar Rp 22,5 triliun. Dari nilai itu, ponsel black market tidak membayar pajak sehingga potensi kerugian negara dengan hilangnya pendpaatan sebesar 10 persen PPn dan 2,5 persen PPh atau sekitar Rp 2,8 triliun per tahun.

Tahun ini diproyeksi potensi kehilangan pajak akan lebih banyak sebab ponsel black market bisa mencapai 30 persen dari 50 juta ponsel. Hal itu disebabkan pintu masuk ponsel black market di banyak negara seperti Turki, Pakistan, India, dan Rusia sudah mulai ditutup lewat kebijakan validasi IMEI. Rudiantara menilai, apabila Indonesia terlambat dalam menerapkan regulasi pengendaliannya, tak pelak nantinya Indonesia bisa dijadikan pasar peredaran empuk ponsel black market.

Untuk itu, dalam pengendalian IMEI, kata dia, pemerintah membaginya menjadi tiga timeframe yakni inisiasi, persiapan, dan operasional. Pada fase inisiasi, pengendalian ditandai dengan dikeluarkannya Permen dari tiga kementerian.

 

Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kemkominfo Ismail mengatakan, dalam pengendalian IMEI Kemkominfo bertugas meminta kepada operator untuk menyediakan SOP layanan lost and stolen. Selain itu, pihaknya juga bakal meminta operator untuk menyiapkan sistem penghubung antara Sibina dengan EIR.

“Sedangkan tugas Kemendag salah satunya membina pedagang untuk mendaftarkan stok IMEI perangkat ke Sibina,” kata Ismail.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement