Selasa 30 Jul 2019 05:53 WIB

Indef: Yield SBR007 Jadi Daya Tarik Utama

Pemerintah harus memperluas basis investor domestik karena jumlahnya masih sedikit.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Investor memantau pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melalui ponsel pintar, Kamis (18/4).
Foto: Republika/Idealisa Masyrafina
Investor memantau pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melalui ponsel pintar, Kamis (18/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Institute Development for Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan menuturkan, produk surat berharga Saving Bonds Ritel (SBR) seri SBR007 masih memiliki daya tarik besar bagi investor dari sisi yield. Ini yang menjadi alasan utama penjualan SBR007 mampu mencapai Rp 3,21 triliun, melebihi target indikatif pemerintah, Rp 2 triliun.

Pulungan meyebutkan, faktor paling utama tingginya penjualan SBR007 adalah yield yang sangat tinggi dibanding dengan produk investasi lain. Besaran kuponnya adalah 7,5 persen, sedangkan deposito dari bank-bank BUMN rata-rata menawarkan 7,45 persen untuk dua tahun. 

Baca Juga

"Yield ini yang membuat SBR007 semakin menarik," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Senin (29/7).

Selain itu, Pulungan menambahkan, pembayarannya pun masih cukup terjamin karena rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih di bawah 30 persen dari PDB. Indonesia juga baru saja memperoleh perbaikan peringkat utang dari S&P yang membuat investor dalam negeri semakin yakin dengan SBN ritel, termasuk SBR007.

Namun, Pulungan mengatakan, pemerintah masih harus bekerja keras untuk memperluas basis investor domestik yang menjadi target SBR. Sebab, banyak masyarakat Indonesia yang belum mau berinvestasi di SBN ritel. Di antaranya karena anggapan atau persepsi bahwa invstasi di SBN belum memberikan dampak besar terhadap sosial.

Pulungan menganjurkan pemerintah untuk terus gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah perlu menghilangkan atau mengurangi pajak bunga agar lebih menarik bagi calon pembeli.

Akan tetapi, Pulungan menilai, pemerintah harus terus berhati-hati dalam mengobral Surat Berharga Negara (SBN). Sebab, akan terjadi penumpukan utang dan menjadi beban pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berikutnya. 

"Oleh karena itu, penerimaan negara baik pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) harus digenjot agar tidak mencetak utang terus menerus," katanya.

Dalam rilis yang disampaikan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (Ditjen PPR) Kementerian Keuangan, sebanyak 9.956 investor baru membeli SBR007. Hal ini menunjukkan bahwa literasi investasi masyarakat semakin meningkat, termasuk terhadap keberadaan SBR.

Menariknya lagi, Loto menambahkan, dari total investor baru tersebut, sebanyak 55,05 persennya adalah generasi milenial atau mereka yang lahir di periode 1980 hingga 2000. "Ini menunjukkan, saat ini, generasi muda semakin sadar untuk berinvestasi sejak dini," ujarnya dalam siaran pers, Senin (29/7).

Setelah penerbitan SBR007, pemerintah berencana menawarkan empat seri SBN ritel lainnya pada 2019. Yaitu, Yaitu, ST-005 pada 8-21 Agustus, SBR008 pada 5-19 September, Obligasi Ritel Indonesia (ORI)016 pada 10-24 Oktober dan terakhir, ST-006 pada 6-20 November.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement