REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) mendukung penerapan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama PLN Djoko Abumanan mengatakan dukungan tersebut terutama diberikan untuk di luar Pulau Jawa.
Djoko menjelaskan hal tersebut dilakukan berkaitan dengan pertimbangan pendapatan yang akan diterima PLN. Sebab, dengan menggunakan PLTS atap mampu menghemat tagihan listrik.
"Harga jual PLN sekarang ini di luar Pulau Jawa justru lebih mahal biaya produksinya dibandingkan harga jual. Kalau begini makin rugi," kata Djoko saat menghadiri Kampanye PLTS Satu Juta Atap di Monas, Ahad (28/7).
Dengan begitu, dia meminta nantinya masyarakat terutama di luar Pulau Jawa bisa menggunakan PLTS atap. Untuk itu, Djoko menegaskan PLN akan mengarahkan PLTS di luar Pulau Jawa untuk mengurangi beban operasional yang lebih tinggi dibandingkan harga jual.
"Kami mendukung di Nusa Tenggara ada 12 pulau kami pasang pakai pembangkit listrik (tenaga surya). Begitu juga di Madura ada sembilan pulau kita pasang pakai model begini (PLTS)," tutur Djoko.
Meskipun begitu, Djoko memastikan PLN akan mendorong dengan penerapan paket renewable. Apabila ada pelangggan yang akan memasang PLTS atap, kata dia, PLN akan mendukung karena ketika daya PLTS habis juga akan bergantian dengan listrik PLN.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan meminta pemerintah daerah (pemda) bisa berkontribusi untuk meningkatkan pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atas. Salah satunya dengan mengeluarkan kebijakan atau peraturan daerah yang mendukung pemanfaatan PLTS.
“Misalnya pemda bisa keluarkan aturan apabila ada pengajuan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang di atas lahan 200 meter persegi itu wajib memasang PLTS Atap dengan 60 persen dari kapasitas listriknya yang dia berlangganan dengan PLN," kata Jonan, Ahad (28/7).
Jonan menilai jika kebijakan seperti itu bisa diterapkan maka upaya untuk penggunaan PLTS sebagai bagian dari energi yang bersih bisa dilakukan. Dia menambahkan hal tersebut hanya bisa dilakukan oleh gubernur karena menteri tidak tidak memiliki otoritas untuk membuat kebijakan tersebut.