Jumat 26 Jul 2019 19:52 WIB

Pengamat: Masyarakat Harus Tahu Risiko Pinjam Online

Sosialisasi aturan pinjaman online harus berisi manfaat dan risikonya

Rep: Puti Almas/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Kasus penipuan Fintech (ilustrasi)
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Kasus penipuan Fintech (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tren pinjaman daring melalui teknologi finansial atau dikenal sebagai fintech memiliki sejumlah resiko yang harus diketahui dengan baik oleh masyarakat. Dalam beberapa bulan terakhir, jumlah peminjam atau debitur fintech tercatat terus bertumbuh, bahkan Bank Indonesia (BI) melaporkan pembiayaan melalui perusahaan ini per Juni 2019 mencapai Rp 8,3 triliun atau meningkat 274 persen dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.

Pengamat Perbankan Paul Sutaryono mengatakan tentunya harus ada aturan baku yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga yang berwenang mengeluarkan izin atas operasi dan pengawasan terhadap penyelenggara fintech. Ia mengatakan, aturan itu kemudian perlu disosialisasikan secara luas, baik mengenai manfaat serta potensi risiko yang ada di balik pinjaman daring tersebut. 

Baca Juga

“Tentu saja saya kira sudah ada aturan dari OJK mengenai pinjaman daring. Namun, aturan ini harus disosialisasikan melalui berbagai media dan bukan hanya sosialisasi tentang madu (manfaat), tetapi juga racun (potensi). Ini sangat penting dan mendesak,” ujar Paul kepada Republika, Jumat (26/7). 

Paul mengatakan tak sedikit konsumen yang kurang berhati-hati, sehingga mereka tidak ingin memahami lebih lanjut mengenai potensi resiko dari sebuah pinjaman, terlebih pinjaman fintech lebih mudah didapatkan. Ia juga kembali menegaskan bahwa semua aturan yang berlaku harus dapat memprioritaskan kepentingan konsumen secara menyeluruh. 

“Hal yang penting adalah semua aturan wajib memprioritaskan untuk melindungi kepentingan konsumen,” kata Paul menambahkan. 

Saat ini, diyakini ada ribuan fintech P2P lending ilegal bertebaran. Sementara, terdapat 113 fintech peer to peer landing yang terdaftar di OJK. Dengan demikian, jumlah fintech lending ilegal mencapai 10 kali lipat lebih banyak. 

Beberapa ciri dari fintech ilegal diantaranya adalah tidak ada identitas pengurus dan alamat kantor jelas, termasuk informasi bunga atau biaya pinjaman dan denda. Kemudian, bunga dan biaya pinjaman tidak terbatas, demikian dengan total pengembalian, hingga penagihan yang tak memiliki batas waktu. 

Risiko dari pengguna fintech lending ilegal adalah jika mereka tidak melunasi setelah batas waktu adalah dapat berupa ancaman, teror kekerasan, bahkan hingga penghinaan dan pencemaran nama baik. Foto dan video pribadi peminjam juga dapat disebarluaskan sebagai cara agar mereka segera melunasi pinjaman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement