Jumat 26 Jul 2019 10:15 WIB

Mengapa Kasus Jiwasraya dan Bumiputera tak Kunjung Selesai?

Kasus gagal bayar Asuransi Jiwasraya dan AJB Bumiputera berpotensi menjadi sistemik

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Asuransi Jiwasraya
Foto: Republika/Prayogi
Asuransi Jiwasraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nasib Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 dan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tengah mengalami tekanan likuiditas. Padahal permasalahan kedua asuransi ini telah berlarut namun belum juga menemukan titik terang.

Menurut Institute for Development of Economics and Finance (Indef) permasalahan yang membelit AJB Bumiputera dan Jiwasraya merupakan buntut dari lemahnya tata kelola internal perusahaan dan lemahnya pengawasan dari regulator.

Baca Juga

Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mengatakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus serius mengawasi industri asuransi yang tengah bermasalah. Mengingat OJK merupakan regulator yang berfungsi mengawasi industri ini.

“Saya lihat, tata kelola internal perusahaan yang lemah dan pengawasan yang tidak jalan pada saat sudah ada indikasi akan gagal bayar,” ujarnya ketika dihubungi Republika, Kamis (25/7).

Agar kasus gagal bayar asuransi tidak menjadi sistemik, Tauhid menyarankan agar OJK selaku regulator bergerak cepat mengambil tindakan yang tepat. Setidaknya, peran OJK juga perlu berkordinasi dengan beberapa pihak termasuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) guna merumuskan solusi yang efektif.

“Agar dua perusahaan ini masuk ‘rumah sakit’ untuk diperbaiki, sehingga kepercayaan investor tumbuh kembali, sekaligus membicarakan cara lain untuk pembayaran klaim yang mendesak,” ucapnya.

Namun, ketika dikonfirmasi perihal tersebut, OJK justru memilih bungkam. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menolak untuk memberikan jawaban mengenai perkembangan penyelesaian masalah AJB Bumiputera dan Jiwasraya.

Sebelumnya, Jiwasraya telah menyiapkan beberapa rencana untuk menyehatkan kembali keuangan perusahaan. Rencana tersebut telah dipaparkan manajemen Perseroan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI.

Seperti penerbitan surat utang jangka menengah (medium term notes/MTN), hingga membentuk anak usaha Jiwasraya Putra yang akan disinergikan dengan BUMN lain. Namun hingga saat ini proses pembentukan anak usaha masih mandek lantaran belum dapat lisensi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Menanggapi hal itu Komisi VI pun tengah mempertimbangkan memanggil OJK untuk mengkonfirmasi perihal tersebut. Anggota Komisi VI DPR RI Ihsan Yunus mengatakam kehadiran Jiwasraya Putra diyakini bisa menambah pemasukan bagi perusahaan.

"Jadi ada anak perusahaan, Jiwasraya putra. Dia punya potensial market Rp 5 triliun," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement