Rabu 24 Jul 2019 21:51 WIB

Huawei Bantah Miliki Entitas Bisnis di Korut

Menurut sumber, Huawei bermitra dengan BUMN Cina dalam sejumlah proyek di Korut.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Dwi Murdaningsih
Seorang pria menggunakan ponselnya di depan toko Huawei di Beijing, Cina, Senin (20/5).
Foto: AP Photo/Ng Han Guan
Seorang pria menggunakan ponselnya di depan toko Huawei di Beijing, Cina, Senin (20/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Huawei Technologies Co Ltd menegaskan bahwa mereka tidak memiliki entitas bisnis di Korea Utara (Korut). Pernyataan ini dikeluarkan menyusul adanya laporan dari Washington Post yang menyebutkan bahwa raksasa teknologi Cina tersebut secara diam-diam membangun jaringan nirkabel di Korut.

"Huawei tidak memiliki entitas bisnis di Korea Utara," ujar Huawei dalam sebuah pernyataan, Rabu (24/7).

Baca Juga

Huawei menyatakan, pihaknya berkomitmen untuk patuh terhadap aturan dan hukum di masing-masing negara tempat Huawei berbisnis. Kepatuhan hukum tersebut termasuk pembatasan ekspor dan sanksi yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat (AS).

"Huawei sepenuhnya berkomitmen untuk patuh terhadap hukum dan aturan di masing-masing negara tempat Huawei berbisnis, termasuk pembatasan ekspor dan aturan sanksi yang dikeluarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), AS, dan Uni Eropa," kata Huawei dalam pernyataannya.

Sebelumnya, Washington Post melaporkan, mengutip sumber dan dokumen internat, Huawei bermitra dengan perusahaan BUMN Cina, Panda International Information Technology dalam sejumlah proyek di Korut selama delapan tahun. Departemen Perdagangan Amerika Serikat (AS) telah menyelidiki Huawei sejak 2016, dan sedang meninjau apakah perusahaan tersebut melanggar aturan ekspor terkait dengan sanksi terhadap Korut.

Senator Chris Van Hollen dan Tom Cotton mengatakan, langkah tersebut menimbulkan pertanyaan apakah Huawei telah menggunakan teknologi AS dalam komponennya ketika membangun jaringan telekomunikasi di Korut.

"Pemberitahuan tersebut menekankan hubungan (Huawei) dengan Korut, dan pelanggaran beruntun terhadap hukum AS," ujar Van Hollen dan Cotton dalam pernyataan bersama, Selasa (23/7).

Kedua senator tersebut mencatat, dalam revisi rancangan undang-undang (RUU) pertahanan yang sedang dipertimbangkan di Kongres berisi ketentuan untuk menegakkan sanksi terhadap Pyongyang. Dalam RUU itu disebutkan bahwa setiap perusahaan yang melakukan bisnis dengan Korut akan menghadapi sanksi AS.

AS memasukkan Huawei ke dalam daftar hitam pada Mei lalu dengan alasan masalah keamanan nasional. Langkah tersebut menandai bahwa perusahaan AS dilarang menjual sebagian besar komponennya kepada Huawei tanpa lisensi khusus. Namun pada bulan lalu, Presiden AS Donald Trump mengatakan, perusahaan-perusahaan AS dapat melanjutkan penjualan dalam upaya untuk memulai kembali perundingan perdagangan dengan Beijing.

Sementara itu, Panda International Information Technology juga belum memberikan tanggapan terkait bisnisnya di Korut. Washington Post melaporkan, Huawei dan Panda telah mengosongkan kantor mereka di Pyongyang pada paruh pertama 2016.

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement