Ahad 21 Jul 2019 17:09 WIB

Libra Berpotensi Ganggu Stabilitas Moneter

Berkat Libra, Facebook bisa lebih berkuasa dari bank sentral.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Indira Rezkisari
Facebook
Foto: EPA
Facebook

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menuturkan, tidak menutup kemungkinan mata uang digital (cryptocurrency) buatan Facebook, Libra, masuk ke Indonesia. Kini, hanya dibutuhkan payung hukum berupa regulasi yang mengatur virtual currency. Regulasi ini menjadi tanggung jawab dari Bank Indonesia (BI).

Bhima menuturkan, berbagai dampak akan dirasakan ekonomi Indonesia apabila Libra benar dapat digunakan di Indonesia. Dampak positifnya, biaya transaksi semakin efisien dan waktu yang dibutuhkan untuk transaksi cross border kian cepat, termasuk untuk e-commerce.

Baca Juga

Di sisi lain, Libra berpotensi mengganggu stabilitas moneter. "Ini terjadi jika Libra memicu pelarian dana ke luar negeri," katanya ketika dihubungi Republika, Ahad (21/7).

Bhima menambahkan, besar kemungkinan masyarakat Indonesia ataupun dunia berpindah ke Libra dari mata uang konvensional. Apabila ini terjadi, 2,6 miliar pengguna Facebook akan beralih ke Libra dan dolar semakin ditinggalkan.

Dampaknya, kekuasaan bank sentral dan pemerintah akan tereduksi dalam mencetak uang. Facebook bahkan dapat lebih berkuasa dibanding dengan Bank Sentral AS atau The Fed.

Libra baru secara resmi dapat digunakan pada 2020. Tapi, kini Facebook mulai mengajukan izin di sejumlah negara, terutama Swiss.

Bhima memprediksi, tidak lama lagi Libra akan disahkan juga di AS. Realisasi di Indonesia sendiri mungkin agak sulit, tapi bukan tidak mungkin. "Tinggal payung hukumnya saja. Itu ibarat lampu hijau dari BI," tuturnya.

Bhima mengingatkan, keberadaan Libra masih harus diawasi secara ketat. Sebab, Facebook sebagai perusahaan yang menciptakan Libra memiliki catatan terkait kebocoran data dan kasus privasi, yakni Cambridge Analytica. Kondisi ini menyebabkan pengguna Libra turut mempunyai kerentanan dalam bertransaksi.

Keberadaan Libra sendiri sudah menjadi pantauan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kepala Departemen Grup Inovasi Keuangan Digital OJK Triyono menyebutkan, pihaknya sudah melakukan pengamatan serius terhadap perkembangan Libra meskipun bukan menjadi tanggung jawab OJK untuk mengaturnya dalam bentuk regulasi. "Libra itu payment system, berarti BI yang nanti akan mengatur," katanya dalam media briefing di kantornya, Jumat (19/7).

Triyono menyebutkan, apabila nanti Libra masuk ke Indonesia sebagai investasi, akan mengikuti peraturan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI). OJK akan menjadi turut terlibat, namun hanya bertindak sebagai pengawas lembaga keuangan yang menggunakan mata uang tersebut. Sedangkan, Libra sebagai mata uang digital akan diawasi oleh BI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement