Rabu 17 Jul 2019 15:25 WIB

Masyarakat Tembakau tak Ingin Simplikasi Cukai

Saat ini akan memasuki musim panen tembakau, jangan sampai harganya anjlok.

Ketua Liga Tembakau Indonesia (LTI) Zulvan Kurniawan (kanan).
Ketua Liga Tembakau Indonesia (LTI) Zulvan Kurniawan (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Tembakau Indonesia meminta Menteri Keuangan beserta jajarannya mendukung program dan kebijakan Presiden Jokowi Widodo dalam melindungi industri hasil tembakau di Tanah Air. Salah satu kebijakan itu adalah tidak menyederhanakan atau menolak simplifikasi dalam pemungutan cukai rokok.

Hal ini seuai dengan Peraturan Menteri keuangan (PMK) yang digunakan saat ini yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.156/2018. Simplikasi pungutan cukai diterapkan dinilai hanya menguntungkan perusahaan asing dan akan mematikan industri rokok kretek dalam negeri.

Ketua Liga Tembakau Indonesia (LTI) Zulvan Kurniawan mengatakan Peraturan Menteri keuangan yang dipakai sebaiknya peraturan yang saat ini sedang dipakai, yakni PMK No.156/2018. Aturan ini dinilainya tidak perlu disederhanakan. Sebab kalau disederhanakan pungutan cukainya, akan memukul harga jual rokok dan hasil tembakau lainnya.

"Otomatis pada akhirnya, akan mematikan industri tembakau masyarakat dan menyebabkan munculnya persaingan usaha tidak sehat di kalangan industri hasil tembakau, alias akan adanya oligopoli yang bertentangan dengan hukum di Indonesia, yang menolak iklim persaingan usaha tidak sehat," ujar Zulvan di Jakarta, Rabu (17/7).

Mantan ketua Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) ini mengatakan saat ini harga tembakau di dalam negeri sedang turun. Apabila pemerintah menaikkan cukai rokok dan merubah sistem penarikan cukai dari banyak variasi  menjadi beberapa golongan atau disederhanakan, hal ini justru akan memukul harga jual tembakau di dalam negeri. "Ujung-ujungnya, masyarakat tembakau di Tanah Air yang dirugikan," ujarnya.

Saat ini, Zulvan mengatakan, produk sigaret kretek tangan sedang turun produksinya. Sama halnya dengan kretek lain yang menyedot pemakaian tembakau dalam negeri. Jika harganya dinaikkan  atau terdapat perubahan pengelompokan penarikan cukai, semuanya akan berdampak pada perubahan harga.

Dan pada akhirnya, kenaikan itu bakal memberatkan konsumen tembakau. "Itu semua akan berdampak pada masyarakat petani tembakau. Apalagi saat ini akan memasuki musim panen tembakau, jangan sampai harga tembakau di Tanah Air jeblok," katanya mengingatkan.

Sosiolog dari Universitas Airlangga (Unair) Umar Salahudin mengatakan kebijakan pemerintah harus lebih mengutamakan kepentingan rakyat. Kebijakan di bidang industri tembakau harus ditujukan untuk melindungi masyarakat petani tembakau dan pekerja industri hasil tembakau.

“Kita tahu rokok kretek itu adalah bagian dari budaya dan kebiasaan di Indonesia, termasuk industrinya. Karena itu apapun kebijakan yang dihasilkan pemerintah mengenai rokok dan tembakau harus demi melindungi masyarakat," ujar Umar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement