REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memastikan akan mengantisipasi dampak kekeringan lahan pertanian. Begitu juga dengan ketersediaan air bersih di permukiman.
“Saat terjadi kekeringan, pemenuhan kebutuhan air bersih menjadi prioritas. Baru setelah itu untuk irigasi lahan pertanian," kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (16/7).
Basuki memastikan Kementerian PUPR melakukan langkah antisipasi dan mitigasi dampak kekeringan dengan memantau ketersediaan air pada tampungan air seperti waduk, embung, danau, dan bendungan. Selain itu juga menjaga pasokan air bersih konsumsi masyarakat dengan membangun sumur bor.
Dirjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR Hari Suprayogi mengatakan total jumlah waduk operasional sebanyak 231 waduk. Total tersebut meliputi 16 waduk utama dengan kapasitas tampungan di atas 50 juta meter kubik dan 215 waduk berkapasitas tampungan kurang dari 50 juta meter kubik.
Hari memastikan dari 16 waduk utama, sebanyak delapan waduk memiliki tinggi muka air normal yakni Cirata, Saguling, Betutegi, Wadaslintang, Bili-Bili, Kalola, Way Rarem, dan Ponre-Ponre. Sementara delapan waduk lainnya memiliki tinggi muka air di bawah normal yakni Jatiluhur, Kedungombo, Wonogiri, Sutami, Wonorejo, Cacaban, Selorejo, dan Batu Bulan.
Terpantau per 30 Juni 2019 volume ketersediaan air dari 16 waduk utama tersebut sebesar 3.858,25 juta meter kubik dari tampungan efektif sebesar 5.931,62 juta meter kubik. "Luas area yang bisa dilayani dari 16 bendungan tersebut adalah 403.413 hektare dari total 573.367 hektare," jelas Hari.
Hari menambahkan waduk dengan kondisi di bawah rencana akan mengalami penyesuaian pola tanam yang pengaturannya. Hal tersebut ditentukan oleh perkumpulan petani pengguna air atau P3A.
Selain waduk, Hari memastikan ketersediaan air dari 1.922 embung yang terdiri dari 1.214 embung berfungsi normal (63,2 persen) dan 708 embung mengalami penurunan fungsi (36,8 persen). "Rata-rata seluruh embung mampu menyediakan air hingga dua sampai tiga bulan dengan total ketersediaan air 208 juta meter kubik" tutur Hari.
Kementerian PUPR juga menyiapkan pompa sentrifugal berkapasitas 16 liter per detik untuk menjaga ketersediaan air bersih konsumsi masyarakat. Hari mengatakan pompa yang disiapkan mencapai seribu unit yang tersebar di 34 provinsi.
“Tentunya apabila di situ memang ada air. Air bisa air tanah maupun bisa dari suatu sungai yang memang masih ada,” tutur Hari.
Sementara untuk daerah yang memiliki curah hujan relatif sedikit sehingga cadangan air tanah terbatas misalnya Gunung Kidul, Kementerian PUPR membuat sumur bor dengan terlebih dahulu melakukan pengkajian potensi sumber air di sekitar. Hari mengatakan optimalisasi pemanfaatan sumur bor yang telah tersedia sebanyak 7.471 sumur bor tersebar di 34 provinsi juga akan dilakukan.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta seluruh kementerian dan lembaga terkait melakukan langkah antisipasi dan mitigasi terhadap dampak kekeringan. Berdasarkan prediksi Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) puncak musim kemarau akan berlangsung pada Agustus sampai September 2019.
Kekeringan secara umum berdampak pada pemenuhan kebutuhan air bagi perkotaan atau permukiman dan pertanian. Untuk wilayah perkotaan tidak kurang dari 2 juta orang yang tersebar di 8 provinsi rentan terkena dampak kekeringan.
“Beberapa daerah di negara kita sudah mengalami keadaan 21 hari tanpa hujan, ini berarti statusnya masih waspada, 31 hari tanpa hujan berarti statusnya sudah siaga, dan juga sudah 61 hari tanpa hujan ini statusnya sudah awas yang terjadi di beberapa Provinsi di Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, di Bali, di NTB, di NTT,” kata Jokowi saat menyampaikan pengantar pada Rapat Terbatas tentang Antisipasi Dampak Kekeringan di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Senin (15/7).