REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut financial technology (fintech) membantu pertumbuhan reksa dana syariah hingga mencapai kali lipat dari empat tahun lalu. Saat ini aset yang dikelola reksa dana syariah mencapai Rp 33,06 triliun dari Rp 11 triliun empat tahun lalu.
Deputi Direktur Pengawasan dan Pengembangan Pengelolaan Investasi OJK, Halim Haryono mengatakan ini membuat pangsa pasar reksa dana syariah mencapai tujuh persen dari periode yang sama. Ia menambahkan, jasa penawaran reksa dana secara online telah membuat volume transaksi meningkat cukup signifikan.
"Tiga tahun lalu hanya Rp 1 triliun, kini menjadi lebih dari Rp 5 triliun," kata dia di Eastern Opulence, Jakarta, Rabu (10/7).
Jumlah investor meningkat cukup signifikan karena kemudahan dalam mengakses produk reksa dana. Empat tahun lalu, jumlah Single Investor Identification (SID) sebanyak 350 ribu akun. Kini setelah penetrasi daring menjadi 1,25 juta akun.
"Kini yang menikmati pasar modal tidak hanya mereka yang bermodal besar, tapi juga yang modalnya biasa bisa ikut investasi," katanya.
Direktur Bareksa Ni Putu Kurniasari menambahkan di Bareksa sendiri, jumlah investor terus tumbuh signifikan. Saat ini, Bareksa memiliki 550 ribu investor dari 1,2 juta SID seluruh Indonesia, tumbuh dari 300 ribu akun sejak tahun lalu.
"Kami saat ini fokus juga di reksa dana syariah, meski memang jumlahnya masih kecil di bawah 10 persen dari total produk reksa dana yang beredar di masyarakat," katanya.
Kepala Bagian Hubungan Kelembagaan dan Informasi Pasar Modal Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dien Sukmarini menambahkan sebaran reksa dana syariah cukup beragam. Per Juni 2019, jumlah asetnya mencapai Rp 33,06 triliun dari 256 produk reksa dana.
Jumlah terbesar didominasi oleh reksa dana syariah saham sebanyak 63 produk dengan NAB sebesar Rp 8,5 triliun. Diikuti oleh kelompok pasar uang yang jumlahnya mencapai 51 produk dengan NAB Rp 3,82 triliun.
"Yang paling banyak diminati juga reksa dana pendapatan tetap, meski jumlahnya lebih sedikit yakni 37, NABnya Rp 5,84 triliun," katanya. Hal ini menunjukkan portofolio investor Indonesia yang cenderung moderat.