REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Asosiasi Petani Hortikultura mengeluhkan harga pembelian cabai di tingkat petani yang rendah. Meski panen cabai yang berlangsung belum seluruhnya serentak, pergerakan harga beli cabai petani sudah dimulai rendah. Hasil ini membuat petani mewaspadai merosotnya harga yang lebih dalam.
Ketua Asosiasi Hortikultura Nasional (AHN) Anton Muslim Arbi mengatakan, harga rata-rata pembelian cabai petani secara nasional masih di bawah Rp 8.000 per kilogram (kg). Bahkan di beberapa daerah sentra produksi cabai, harga beli menyentuh level Rp 2.500 per kg.
Menurut dia, harga tersebut secara otomatis membuat petani sulit mencari keuntungan jika dibandingkan dengan pengeluaran biaya produksinya. “Biaya produksi cabai itu dari Rp 10 ribu-Rp 11 ribu per kg, artinya kan masih jauh sekali dari harapan,” kata Anton saat dihubungi Republika, Kamis (4/7).
Menurut Anton, jika produksi cabai berlimpah, harusnya pemerintah melalui Perum Bulog dan juga Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) mampu mengoptimalisasi peran mereka. Dia mencontohkan, sebagai buffer stock negara, Bulog harus mengambil alih penyerapan sesegera mungkin di masa panen. Sebab, cabai merupakan komoditas pertanian yang rentan rusak.
Di sisi lain, menurut dia, jika peran Bulog sebagai lembaga penjaga stabilitas pasokan dan harga bisa diandalkan, pemerintah harusnya lebih responsif menentukan penugasan kepada Bulog untuk menyerap. Sedangkan di sektor UKM, menurut Anton, kebutuhan sektor tersebut akan cabai cukup besar. Terlebih, banyak produk UKM yang membutuhkan bahan baku cabai.
“Cabai kan bisa dimodifikasi begitu masuk jadi produk, bisa diolah atau apapun bagus. Masalahnya, pemerintah mau tidak melakukan ini?” kata Anton.
Di sisi lain, Anton menilai, anjloknya harga cabai di tingkat petani tak berbanding lurus dengan pergerakan harga di tingkat pasar. Berdasarkan temuannya, terdapat disparitas harga yang cukup tinggi antara harga cabai di tingkat petani maupun harga di tingkat pasar.
Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Manshuri mengatakan, harga cabai terus mengalami kenaikan sejak beberapa waktu terakhir. Saat ini, berdasarkan laporan sejumlah pasar kepadanya, harga cabai sudah ada yang menyentuh harga Rp 100 ribu per kg.
Sedangkan jika dirata-rata, menurut dia, harga cabai TW sudah berada di kisaran harga Rp 65 ribu-Rp 70 ribu per kg. “Iya, ini harga naik terus untuk cabai. Mungkin produksinya kurang atau bagaimana saya nggak mengerti,” kata Abdullah.
Berdasarkan catatan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga cabai merah keriting pada 4 Juli 2019 secara nasional berada di posisi Rp 56.900 per kg di tingkat konsumen akhir. Sedangkan harga cabai rawit merah di level Rp 51.250 per kg, dan harga cabai rawit hijau Rp 49.550 per kg.
Mengacu catatan tersebut, harga cabai keriting di sejumlah daerah juga mulai nampak kenaikannya. Kenaikan terpantau di rata-rata wilayah Sumatera meliputi Sumatera Barat, Riau, Jambi, hingga Aceh.
Harga rerata di wilayah Sumatera berkisar Rp 72.720-Rp 77.500 per kg. Sedangkan di Pulau Jawa, harga kenaikan cabai terparah berada di wilayah Jabodetabek dengan kisaran harga Rp 77.500-Rp 80 ribu per kg.
Direktur Jenderal Tanaman Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) Suwandi mengakui adanya disparitas harga cabai di tingkat petani dengan pasar. Untuk itu pihaknya menjabarkan, Kementan sedang mempersiapkan operasi pasar (OP) cabai di sejumlah wilayah, salah satunya di Jakarta.
“Ini sedang kita siapkan OP-nya, kita sudah dengar informasi itu,” kata Suwandi.
Di sisi lain, Suwandi juga mengeluhkan harga cabai petani yang memang rendah dan belum berada di level harga yang mendekati biaya produksi. Kendati demikian dia menyebut, di beberapa wilayah seperti Papua, petani cabai mengaku sudah mendapatkan keuntungan sebab harga beli di wilayah tersebut di atas biaya produksi.