Rabu 03 Jul 2019 01:20 WIB

Agar Sektor Farmasi Menarik Investor Asing, Ini Caranya

Pemerintah perlu menghadirkan kawasan terintegrasi untuk industri farmasi.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Friska Yolanda
Pekerja farmasi memproduksi obat di sebuah pabrik farmasi di Jakarta Timur, Senin (29/4).
Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Pekerja farmasi memproduksi obat di sebuah pabrik farmasi di Jakarta Timur, Senin (29/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Investasi asing di sektor farmasi dinilai kurang bergairah. Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), total realisasi investasi asing (Foreign Direct Investment/FDI) sektor farmasi pada 2018 adalah Rp 392,7 triliun atau turun 8,8 persen dibandingkan dengan realisasi FDI pada 2017.

Direktur Promosi dan Fasilitas Kawasan BKPM, Nurul Ichwan, mengakui salah satu penyebab turunnya investasi asing tahun lalu yaitu karena kondisi perpolitikan di Indonesia yang kurang kondusif. "Kondisi politik memang lagi nggak stabil, pertumbuhan investasi yang melambat secara global juga berpengaruh," kata Nurul, Selasa (2/7).

Baca Juga

Meski ini hanya temporer, secara umum Nurul mengakui investor asing memang kurang tertarik masuk ke sektor farmasi. Agar menarik di mata investor asing, pemerintah harus bisa menghadirkan kawasan teritegrasi untuk industri farmasi. 

Pasalnya, menurut Nurul, salah satu faktor investor asing enggan masuk ke sektor ini karena biaya operasionalnya masih tinggi. Lokasi antara pusat produksi dan pusat pengiriman yang terpisah wilayah dianggap cukup berdampak signifikan terhadap biaya operasional.

Untuk itu, lanjut Nurul, diperlukan kombinasi antara pengembangan infrastruktur yang baik dengan kebijakan pemberian insentif sehingga bisa memberikan kontribusi terhadap murahnya biaya produksi. Jika kawasan khusus industri ini bisa tersedia, Nurul optimistis Indonesia bisa lebih kompetitif.

Selain itu, lanjut Nurul, dibutuhkan juga regulasi yang lebih kondusif untuk menciptakan ekosistem yang lebih baik sehingga memungkinkan investor untuk masuk. Salah satunya, pemerintah perlu mengkaji ulang Permenkes No 1010/MENKES/PER/XI/2008. 

Permenkes tersebut mensyaratkan bahwa registrasi obat hanya boleh dilakukan oleh industri farmasi yang melakukan produksi dalam negeri. Kebijakan ini pun membuat perusahaan asing sulit memasuki pasar obat Indonesia.  

"Permenkes sebaiknya di-review dengan kebijakan-kebijakan di bawahnya yang bisa saling mendukung sehingga peraturan implementatif," tutur kata Nurul.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement