REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti ekonomi Indef (Institute For Development of Economics and Finance) Enny Sri Hartati mengatakan infrastruktur yang sudah dibangun oleh pemerintah belum maksimal menggenjot pertumbuhan ekonomi.
"Infrastruktur adalah sarana konektivitas, diharapkan meningkatkan nilai investasi. Namun pertumbuhan ekonomi Indonesia masih di level lima persen artinya masih belum berdampak," kata Enny di Jakarta, Jumat (28/6).
Enny mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini berada ditingkat stagnan sebesar 5.07 persen hingga kuartal I 2019, artinya ada yang salah dengan intervensi yang dilakukan pemerintah untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi ini.
"Bagi sebagian negara G20, pertumbuhan ekonomi di angka 5 persen sudah cukup besar. Tapi tidak di Indonesia, seharusnya negara sebesar Indonesia setidak memiliki pertumbuhan hingga 7 persen," katanya.
Menurutnya harus ada evaluasi yang dilakukan pemerintah terhadap infrastruktur yang sudah dibangun sehingga dapat meningkatkan ekonomi Indonesia terutama di periode kedua pemerintahan Joko Widodo ini. Salah satu evaluasi yang ditegaskan oleh Enny adalah infrastruktur yang disediakan harus sesuai dengan kebutuhan realisasi investasi.
"Misalnya ada investor mendirikan pabrik dan butuh pasokanenergi. Sekalipun pabrik sudah didirikan namun jika energinya tidak memiliki harga jual yang bersaing dan terlampau mahal, tentu investor tidak akan menanamkan investasinya," kata Direktur Eksekutif INDEF ini.
Selain itu, adanya infrastruktur harus bisa berdampak pada biaya logistik. Semakin baik infrastrukturnya maka biaya logistik akan semakin rendah.
"Sayangnya di Indonesia untuk logistik masih mencapai 26 persen, sehingga masih terhitung tinggi," kata Enny.
Oleh karena itu, Enny berharap jika pemerintah kembali membangun infrastruktur harus memperhitungkan kedua hal tersebut agar menggenjot ekonomi Indonesia melebihi 5 persen.