Rabu 26 Jun 2019 18:38 WIB

Kementan Benahi Sistem Pengairan yang Terhambat

Kementan dan PUPR akan menggelontorkan air dari bendungan untuk cegah kekeringan.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolanda
Saluran irigasi di Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu kering kerontang karena lama tak mendapat pasokan air dari Bendung Rentang, Kabupaten Majalengka, Senin (2/7).
Foto: dok. Pribadi ketua KTNA Kandanghaur
Saluran irigasi di Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu kering kerontang karena lama tak mendapat pasokan air dari Bendung Rentang, Kabupaten Majalengka, Senin (2/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian mengatakan salah satu penyebab kekeringan di lahan pertanian karena adanya sistem pengairan yang terhambat. Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy menjelaskan kementerian membenahi tata kelola air dengan memfasilitasi pembangunan infrastruktur air untuk lahan pertanian.

Ia mengklaim bahwa infrastruktur yang sudah dibangun ini bisa mengantisipasi kekeringan di area pertanian. Sayangnya, kekeringan masih terjadi. Ia mengatakan pemerintah pusat mendorong Dinas Pertanian setempat  untuk mengajukan bantuan pompa air kepada instansi terkait. 

Baca Juga

"Kami juga bekerja sama dengan PUPR untuk memetakan potensi permasalahan kekeringan di sejumlah daerah dan menyiapkan solusi berupa 'penggelontoran' air dari bendungan,” ujar Sarwo melalui keterangan tertulisnya, Rabu (26/6).

Selain itu, kata Sarwo, para petani yang berpotensi mengalami kerugian bisa memakai fasilitas Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP). Asuransi ini memungkinkan petani mendapatkan ganti rugi apabila terdampak musibah kekeringan maupun banjir. 

"Fasilitas ini supaya tidak mengganggu produksi pangan nasional nantinya," ucap Sarwo. 

Untuk mendapatkan AUTP, Sarwo menyebutkan, petani cukup membayar premi Rp 36 ribu per hektare per musim. Tarif tersebut dinilainya dapat dijangkau oleh para petani. Mereka bisa mendapatkan ganti hingga Rp 6 juta per hektare apabila sawahnya mengalami salah satu dari kondisi berikut, yakni terkena dampak kekeringan, banjir atau serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). 

Sebelumnya, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan semua pihak mewaspadai potensi kekeringan akibat musim kemarau. Berdasarkan pemantauan BMKG, sebanyak 35 persen wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement