REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat economy dari Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan transaksi penjualan data atau informasi yang berkaitan dengan privasi nasabah harus diawasi oleh pemerintah. Ia juga menilai diperlukan pembentukan lembaga khusus sebagai regulator data terkait hal ini.
Menurut Bhima, diperlukan sanksi pidana bagi pihak yang menyalahgunakan data pribadi, secara khusus tanpa persetujuan nasabah. Ia juga mengatakan jika sebaiknya terdapat data center (pusat data) di dalam negeri untuk mempermudah pengawasan oleh pemerintah.
“Selain itu, pemerintah perlu mengatur penghimpun data sebagai pihak ketiga. Seringkali yang rentan menyalahgunakan data adalah pihak ketiga,” ujar Bhima kepada Republika.co.id, Senin (17/6).
Bhima juga menyarankan agar adanya batas waktu dari data pribadi yang dimiliki nasabah. Sehingga, saat aplikasi dihapus, mereka memiliki hak untuk menghapus data-data yang pernah dimasukkan.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong agar undang-undang perlindungan data pribadi segera diterbitkan. Hal ini dilakukan demi menjerat pelaku atau platform fintech ilegal yang menyalahgunakan data tersebut.
Terdapat tiga area fintech peer to peer lending (P2P) yang ingin dilindungi OJK. Pertama, OJK ingin mencegah penyalahgunaan dana masyarakat dari praktek perbankan bermodus penipuan atau skema ponzi. Kedua, perlindungan data nasabah dan ketiga, OJK ingin melakukan pencegahan pencucian uang, serta pendanaan terorisme.