Rabu 19 Jun 2019 08:49 WIB

Prof Rokhmin: Cara Membangun Perekonomian Perlu Diperbaiki

Hal itu penting untuk mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).

Prof Dr Rokhmin Dahuri menyampaikan presentasi di acara Leaders Round Table Discussion pada 2019 Sustainable Development Jeju International Conference.
Foto: Dok Rokhmin Dahuri
Prof Dr Rokhmin Dahuri menyampaikan presentasi di acara Leaders Round Table Discussion pada 2019 Sustainable Development Jeju International Conference.

REPUBLIKA.CO.ID, JEJU — Pakar kelautan dan perikanan yang juga Guru Besar IPB, Prof Dr Rokhmin Dahuri diundang sebagai nara sumber Leaders Round Table Discussion pada 2019 Sustainable Development Jeju International Conference di Hotel Maison Glad, Jeju Island, Korea Selatan, Selasa (18/6).

Dalam kesempatan tersebut, menteri Kelautan dan Perikanan Kabinet Gotong Royong itu menyampaikan konsep “The Application of Industry 4.0 - Based Technologies and Circular Economy in Developing a Prosperous, Peaceful and Sustainable World: a Lesson Learned from Indonesia”. 

“Inti  konsep yang saya sampaikan adalah bahwa untuk mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals atau SDGs), yakni dunia yang sejahtera (prosperous), aman (peaceful), dan berkelanjutan (sustaianable), maka kita umat manusia harus memperbaiki cara-cara kita membangun perkenomian dan cara-cara  kita hidup di planet bumi ini, baik pada tataran paradigmatik maupun tataran praksis (teknis operasional),” kata Rokhmin Dahuri melalui rilis yang diterima Republika.co.id, Rabu (19/6).

Alasannya, Rokhmin menambahkan, kapitalisme yang merupakan satu-satunya  paradigma (sistem) kehidupan manusia yang dianut oleh sebagian besar bangsa-bangsa di dunia sejak tahun 1800-an telah menimbulkan sejumlah permasalahan. “Kapitalisme  telah mengancam kelestarian (sustainability) ekosistem planet bumi ini dan jug mengancam eksistensi peradaban manusia itu sendiri,” kata Rokhmin yang merupakan duta besar kehormatan Jeju Island Korea.

Memang, kata Rokhmin, kapitalisme telah mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dunia (Gross World Product atau GWP) yang sangat signifikan, rata-rata 3,5 persen per tahun sejak Revolusi Industri Pertama pada 1750 sampai 2015. Pada 1750,  GWP hanya 0,45 triliun dolar AS, pada 2015 menjadi 90 triliun dolar AS atau melonjak 200 kali lipat. 

“Kemajuan iptek  yang didorong oleh kerakusan dan rasa ingin tahu mahzab Kapitalisme juga telah membuat kehidupan manusia lebih sehat, mudah, cepat dan nyaman. Gelombang kemajuan iptek  yang terkelompokan ke dalam empat  era revolusi industri juga telah membuat ekonomi dunia semakin produktif dan efisien,” ujar Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI).

Namun, Rokhmin menegaskan, kapitalisme juga telah menimbulkan permasalahan sosial-ekonomi, lingkungan, dan sosial-budaya  yang  sangat kompleks dan serius. 

photo
Leaders Round Table Discussion pada 2019 Sustainable Development Jeju International Conference menghasilkan Jeju SDG Initiative.

Di bidang ekonomi, sampai sekarang masih sekitar 1 miliar warga dunia hidup dalam kemiskinan absolut (ekstrem poverty) dengan pengeluaran kurang dari 1,25 dolar AS per hari. Hampir 3 miliar orang masih hidup miskin dengan pengeluaran kurang dari  2 dolar AS  per hari.  “Yang lebih mencemaskan, ketimpangan ekonomi baik dalam satu negara maupun antarnegara semakin melebar,” tutur  Ketua Umum Gerakan Nelayan Tani Indonesia (GNTI).

Rokhmin menyebutkan, di bidang lingkungan, pencemaran, pengikisan biodiversity dan kepunahan spesies, perusakan fisik ekosistem alam, dan pemanasan global telah mencapai tingkat yang mengancam kelestarian bumi dan kehidupan manusia.

“Di bidang sosial- budaya, kehidupan manusia terutama di daerah perkotaan semakin stress, narkoba, HIV/AIDS, frustasi, perampokan, bunuh diri, perzinahan, kemunafikan, hoaks, dan penyakit sosial lainnya merebak masif. Diatrust society dan post truth mendominasi kehidupan masyarakat,” papar ketua DPP PDI Perjuangan. 

Maka, kata Rokhmin, paradigma Kapitalisme mesti diganti dengan paradigma kehidupan yang menuntun manusia bahwa manusia itu bukan hanya terdiri dari fisik (lahiriah), tetapi juga rohani, ruh, dan jiwa. Karenanya, kebahagian tidak mungkin bisa dipuaskan oleh harta, tahta, popularitas dan hal-hal  duniawi lainnya. Tapi, mesti dengan kedamaian hati, jiwa.  

“Bahwa sumber daya alam dan kekayaan itu bukan milik manusia, tetapi hanya titipan dari Tuhan,  yang diperoleh melalui ikhtiar dan doa manusia. Maka, kekayaan tidak boleh terkonsentrasi oleh segelintir orang. Bahwa kehidupan di dunia ini hanya sementara, kehidupan yang hakiki dan abadi adalah di akhirat. Paradigma sistem kehidupan semacam itu antara lain adalah Pancasila dengan kelima silanya,” tegasnya.

photo
Prof Rokhmin Dahuri (kanan) menunjukkan Jeju Initiative SDGs.

Rokhmin menjelaskan, pada tataran praksis, dua agenda besar harus dilakukan secara simultan dan terintegrasi. Pertama adalah agenda untuk meningkatkan daya dukung (carrying capacity) lingkungan planet  bumi dalam menghasilkan sumber pangan, bahan untuk pakaian, bahan farmasi, bahan untuk perumahan dan bangunan lain, bahan tambang dan mineral, tempat untuk rekreasi, dan bahan serta jasa lingkungan lainnya yang dibutuhkan oleh manusia. “Selain itu, bagaimana kita meningkatkan ekosistem bumi dalam menetralisir limbah,” ujarnya.  

Kedua, agenda untuk mengatur supaya konsumsi (penggunaan) manusia terhadap pangan, bahan pakaian, farmasi, bahan bangunan, bahan tambang dan mineral, dan barang lainnya tidak berlebihan, secukupnya saja. Selain itu, kegiatan pembangunan, industri, dan aktivitas manusia lainnya juga tidak boleh membuang limbah, emisi karbon dan gas rumah kaca lainnya melebihi kapasitas asimilasi (menetralisir) eksosistem alam. “Laju eksploitasi hutan, sumber daya ikan, dan sumber daya alam hayati lainnya tidak boleh melampaui kapasitas pulihnya,” tuturnya.

Pada praktiknya, kata Rokhmin, ekonomi sirkuler (circular economy) dan teknologi era Industri 4.0 seperti  bioteknologi, nanoteknologi, Artificial Intelligence, Internet of Things, Big Data, Cloud Computing, dan Robotics di banyak negara telah berhasil meningkatkan daya dukung lingkungan, dan pada saat yang sama mengendalikan laju konsumsi (penggunaan) manusia terhadapa sumber daya alam (SDA)  dan jasa-jasa lingkungan.

Acara itu dihadiri oleh sekitar 500 peserta dari 25 negara.  Konferensi dibuka oleh Dr. Won Heeryong, governor of Jeju Special Self-Governing Province, Korea Selatan.

Pembicara lain dalam Leaders Round Table itu adalah  Dr Valerie Cliff (Regional Director for Asia and the Pacific Region, UNDP), Dr  Anna Messinis (vice President of Municipality of Venice, Italy), Mr Song Han-Jun (president of Association of Metropolitan and Provincial Council Chairs, South Korea), Dr  Lien Sheng (deputy Secretary General of People’s Government of Hainan Province, China), Prof  Dr  Vijay Jagannathan (secretary general of CityNet), Dr  Jatopong Kaewsai (director of Phuket Foreign Affairs, Thailand), dan Dr Sarwat Chowdhury (policy specialist, UNDP). 

Leaders Round Table itu menghasilkan deklarasi bersama mengenai pembangunan berkelanjutan yang disebut sebagai Jeju SDG Initiative.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement