Sabtu 15 Jun 2019 05:45 WIB

BKF Kemenkeu: Peraturan Insentif Vokasi dan Riset Telah Siap

Industri yang terlibat akan mendapat pengurangan pajak hingga 100 persen.

Rep: Adinda Pryanka / Red: Friska Yolanda
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto melakukan peluncuran program pendidikan vokasi industri di wilayah Jawa Barat, di PT Anugrah Indofood Barokah Makmur Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi, Senin (18/3).
Foto: Republika/Riga Nurul Iman
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto melakukan peluncuran program pendidikan vokasi industri di wilayah Jawa Barat, di PT Anugrah Indofood Barokah Makmur Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi, Senin (18/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) memastikan, regulasi teknis super deductible tax untuk kegiatan vokasi serta penelitian dan pengembangan (litbang) telah siap. Apabila sudah dirilis, industri yang terlibat dalam program ini untuk menghasilkan inovasi akan mendapat pengurangan pajak hingga di atas 100 persen.

Kepala BKF Kemenkeu Suahasil Nazara menjelaskan, peraturan pemerintah (PP) mengenai insentif super deductible tax sudah final, tinggal menunggu tanda tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Regulasi ini akan dijadikan sebagai payung untuk regulasi berikutnya, yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK). "Isinya nanti jadi lebih mendetail," ujarnya ketika ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (13/6).

Suahasil menyebutkan, ada kemungkinan PP maupun PMK tersebut dikeluarkan secara bersamaan dalam satu paket. Meski tidak menyebutkan waktunya secara mendetail, ia menyampaikan kemungkinan baru dapat dirilis pada pekan depan ke publik. Kini, pemerintah sedang melakukan langkah administrasi terakhir, yaitu memberi nomor pada PP.

Salah satu poin pembahasan dalam regulasi tersebut adalah rincian kompetensi yang berhak mendapatkan insentif. Misalkan, vokasi tertentu akan memberikan kompetensi apa saja. "Kalau litbang, tertulis di situ untuk pelatihan apa saja," tutur Suahasil.

Suahasil memastikan, mekanisme pemberian insentif pajak yang kini dijalankan pemerintah sudah sesuai dengan kelayakan dan permintaan perusahaan ataupun investor. Selama mereka memenuhi kriteria peraturan perundang-undangan, mereka akan diberikan insentif dari pemerintah.

Untuk proses administrasi yang lebih lancar, Suahasil menambahkan, pemerintah melalui Kemenkeu sudah membuat laporan Tax Expenditure Report atau Laporan Belanja Perpajakan sejak sekitar dua tahun terakhir.

Catatan ini dapat menjadi indikator efektivtias pemberian insentif. Dikutip dari laman situs Kemenkeu, Belanja Perpajakan merupakan seberapa besar potensi penerimaan pajak yang berkurang atau tidak jadi dikumpulkan akibat adanya sejumlah ekbijakan seperti insentif pajak, pengurangan, pembebasan atau kebijakan khusus lainnya di bidang perpajakan.

Suahasil menyebutkan, belanja pajak pemerintah pada 2017 mencapai Rp 154,7 triliun atau setara 1,14 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB). Angka tersebut naik dibanding dengan 2016, Rp 143,6 triliun. "Untuk 2018, masih dalam perhitungan, nanti akan ditaruh di nota keuangan. Pasti ada kenaikan, tapi tidak spektakuler," tuturnya.

Meski masih baru, Suahasil optimistis, Belanja Perpajakan ini dapat dijadikan sebagai instrumen dalam mengukur insentif pajak yang dibutuhkan. Dengan begitu, akan terlihat potensi di masa mendatang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement