Senin 10 Jun 2019 15:34 WIB

Dirut Pertamina: Uang Kompensasi Premium Bukan Hal Baru

Terkait pembayaran uang kompensasi, Pertamina menyerahkan sepenuhnya pada pemerintah.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolanda
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati (tengah) meninggalkan gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Senin (10/6/2019).
Foto: Antara/Reno Esnir
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati (tengah) meninggalkan gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Senin (10/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama (Dirut) Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan persoalan kompensasi yang tertuang dalam laporan keuangan adalah hal yang biasa. Ia menjelaskan karena ada mekanisme audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), maka segala bentuk pengeluaran dan pemasukan keuangan perusahaan perlu dicatat.

"Itu bukan isu baru. Kalau sanksinya memang begitu karena harus diaudit oleh BPK dan sebagainya. Makanya perlu ada pernyataan kompensasi itu, enggak ada yang baru," ujar Nicke di Kementerian BUMN, Senin (10/6).

Terkait kapan pembayaran dilakukan, Nicke mengatakan hal itu bukan menjadi prioritas Pertamina. Ia mengatakan Pertamina memahami posisi pemerintah yang perlu menghitung anggaran negara (APBN).

"Pemerintah ada janji (dibayarkan) tapi itu kan tergantung APBN. Semua yang subsidi juga begitu," ujar Nicke.

Bahkan, meski terhitung sebagai kompensasi dan belum terbayarkan, Nicke mengatakan tak masalah. Meski pemerintah membayarkan kompensasi tersebut di waktu yang tidak ditentukan, hal tersebut dinilainya tidak menganggu keuangan Pertamina.

"So far tigak mengganggu keuangan, kita ada dana sendiri," ujar Nicke.

Sedangkan untuk pembayaran kompensasi sendiri, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menyerahkan sepenuhnya mekanisme pembayaran kepada menteri keuangan. Sebab, menurut Arcandra, yang paling memahami persoalan bayar-membayar dan alokasi pembayaran adalah Kementerian Keuangan.

"Bentuknya seperti apa tanya Bu Menkeu. Kami sudah buat formula barunya, tapi mekanismenya bagaimana bertahap atau apa, subsidi atau melalui pos mana, silahkan tanyakan ke Bu Ani," ujar Arcandra.

Dikutip dari laporan keuangan perusahaan, kompensasi yang harus dibayarkan pemerintah kepada Pertamina untuk pergantian penjualan premium dan program BBM Satu Harga pada 2017 sebesar 740 juta dolar AS. Tahun ini, nilainya meningkat menjadi 3,1 miliar dolar AS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement