Kamis 30 May 2019 15:25 WIB

Kementan Antisipasi Bahaya Hama Ulat Grayak

Ulat grayak tergolong hama baru di Indonesia.

Red: EH Ismail
Pemberian pestisida pada jagung untuk mencegah hama
Foto: Humas Kementan
Pemberian pestisida pada jagung untuk mencegah hama

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Pertanian angkat bicara atas beredarnya informasi serangan ulat grayak untuk petani di Indonesia. Khususnya beberapa daerah di Provinsi Sumatra Barat.

Sebelumnya diberitakan, sejak bulan Maret 2019, hama ulat grayak dilaporkan mulai ditemukan di Indonesia. Laporan tersebut telah diverifikasi tim gabungan dari Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Badan Karantina Pertanian dan Dinas Pertanian Sumatra Barat.

Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Edy Purnawan menyatakan, melalui hasil temuan tersebut, Kementan telah mengambil langkah antisipasi dari bahaya hama ulat grayak. Tim sudah mengirimkan surat edaran kepada Dinas Pertanian dan BPTPH di seluruh Indonesia. Isinya imbauan untuk meningkatkan kewaspadaan bahaya hama ulat grayak. 

“Kita berharap tim di daerah memberikan edukasi kepada para petani,” kata Edy di Jakarta, Kamis (30/5)

Dalam surat edaran tersebut, kata Edy, Kementan mengingatkan Pemprov untuk memantau intensif. Khususnya sentra produksi jagung. Dalam hal ini, Kementan juga mengirimkan bantuan pestisida ke lokasi-lokasi yang terindikasi terjadi serangan hama tersebut.

Tidak hanya itu, Edy menuturkan bahwa antisipasi lain adalah, melakukan gerakan pengendalian di daerah terjadinya serangan Spodoptera frugiperda. “Sampai dengan saat ini, Spodoptera frugiperda telah dilaporkan oleh petugas POPT (Pengendali Organisme Peangganggy Tumbuhan), telah ada di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatra Selatan dan Lampung,” imbuhnya

Untuk diketahui, Ulat grayak atau Spodoptera frugiperda (Fall armyworm) merupakan hama ulat grayak yang berasal dari daratan Amerika. Pada tahun 2016, persebarannya telah sampai di Nigeria, dan tahun 2018 telah ditemukan di Thailand dan Sri Lanka. Indonesia sendiri baru masuk di awal tahun 2019.

Ulat grayak tergolong hama baru di Indonesia. Masih dinyatakan sebagai OPT Karantina. Sebabnya itu, teknologi pengendalian yang spesifik untuk mengendalikan hama tersebut, belum banyak ditemukan. 

“Jadi, untuk mendapatkan masukan dari para pakar perlindungan tanaman pangan, telah dilaksanakan FGD yang dihadiri oleh para pakar dari Perguruan Tinggi, yaitu UGM, IPB dan UB Malang,” jelasnya 

Melalui FGD tersebut, Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan dan Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan, menghasilkan rekomendasi langkah-langkah penanganan hama Spodoptera frugiperda. Berikut rinciannya : 

Pertama, melakukan sosialisasi kepada petugas lapangan dan petani tentang hama Spodoptera frugiperda dan penanganannya melalui media pamflet/leaflet/booklet (cetak dan/atau elektronik).

Kedua, melakukan bimbingan teknis kepada petugas lapangan (POPT, Penyuluh) dan masyarakat/petani tentang Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Spodoptera frugiperda.

Ketiga, melakukan gerakan pengendalian di daerah-daerah yang terkena serangan Spodoptera frugiperda.

Keempat, mengusulkan penyediaan insektisida yang efektif mengendalikan Spodoptera frugiperda.

Kelima, melakukan perbanyakan agens pengendali hayati dengan mengoptimalkan peran PPAH (Pos Pelayanan Agens Hayati).

Keenam, berkoordinasi dengan Badan Karantina Pertanian untuk monitoring dan surveilans Spodoptera frugiperda.

Di antara provinsi yang melaporkan bahaya serangan hama ulat grayak, Provinsi Sumatera Utara yang merupakan daerah dengan serangan yang cukup luas. Antisipasi lain dari Ditjen Tanaman Pangan, telah mengirimkan bantuan pestisida ke lokasi-lokasi terjadinya serangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement