Senin 27 May 2019 22:13 WIB

BI Siapkan Pusat Koneksi Data Pembayaran Digital

BI meminta pembayaran digital tidak hanya dikuasai segelintir perusahaan.

Red: Nur Aini
Bank Indonesia (BI): Seorang melintas didekat logo Bank Indonesia Jakarta, Kamis (21/2).
Foto: Republika/Prayogi
Bank Indonesia (BI): Seorang melintas didekat logo Bank Indonesia Jakarta, Kamis (21/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) sedang menyiapkan infrastruktur pusat koneksi data (data hub) untuk transaksi sistem pembayaran digital di dalam negeri. Hal itu agar data tersebut bisa diakses oleh publik dan tidak hanya dikuasai segelintir perusahaan tertentu.

Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Filianingsih Hendarta mengatakan, dengan adanya data hub tersebut nantinya tak ada lagi privatisasi data oleh suatu pihak tertentu, sehingga risiko terhadap penyalahgunaan data bisa diniminalisasi.

Baca Juga

"BI akan mendorong penggunaan data hub. Nantinya tidak hanya dimiliki satu perusahaan saja. Kita akan reformasi pengaturan, pengawasan, sampai pelaporannya kalau kita punya data hub itu," ujar Fili di Jakarta, Senin (27/5).

Dia juga melanjutkan, saat ini data adalah aset yang paling berharga, sehingga diharapkan dengan adanya data hub, maka dapat mempercepat pengembangan ekonomi digital.

"Data itu seperti komoditas baru. Siapa yang punya data dia berkuasa. Tapi data enggak akan jadi apa-apa sampai kami mengelola data," kata dia.

Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Erwin Haryono mencontohkan perkembangan perusahaan asal Cina, Alibaba hingga menjadi perusahaan e-dagang raksasa di dunia. Pada awalnya, perusahaan yang didirikan oleh Jack Ma tersebut hanya bergerak di bidang perdagangan daring (e-commerce) dan kemudian melalui Alipay, perusahaan tersebut mulai merambah uang elektronik hingga instrumen investasi.

Menurut Erwin, jika data yang dimiliki perusahaan seperti Alibaba bisa dibagikan ke ranah publik, maka perusahaan atau individu lainnya bisa turut mengembangkan ekonomi digital. Dengan begitu, data hub ini akan menjadi bendahara data yang dapat semakin mengembangkan bisnis ekonomi digital.

"Alibaba berkembang sangat cepat, karena dia datanya dipegang sendiri. Super kapitalis di negara komunis, karena penggunaan data, tapi dia ciptakan monopoli. Orang mulai takut ini seperti adanya shadow banking (kegiatan perbankan yang tidak tercatat), dia berkembang cepat juga di Cina," katanya.

Erwin mengatakan data hub tersebut memerlukan peran otoritas. Namun, dia mengatakan data tersebut belum tentu dikelola oleh BI, bisa saja oleh kementerian dan lembaga lainnya.

"Diperlukan peran otoritas, sehingga data bisa digunakan banyak orang, sehingga nantinya ini akan menjadi data granular, ini kunci dalam ekonomi digital," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement