Jumat 24 May 2019 12:17 WIB

Media Sosial Dibatasi Pedagang Online Menjerit

Omzet pedagang online turun hingga 50 persen sejak pembatasan media sosial.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Friska Yolanda
Ilustrasi Belanja Online
Foto: Mgrol101
Ilustrasi Belanja Online

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembatasan media sosial dan aplikasi perpesanan oleh pemerintah telah merugikan para pedagang online. Menurut data Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), kerugian dapat mencapai Rp 227 miliar per hari.

Pemilik usaha toko baju anak-anak, Putu Nadya, mengaku kehilangan omzet sekitar 50 persen dalam tiga hari ini karena sulitnya akses ke media sosial. Setiap harinya, ia mengunggah foto di Instagram untuk melakukan promosi, dan selalu mendapat pesanan. Kondisi ini berbeda dengan yang terjadi dalam tiga hari ini.

Baca Juga

"Biasanya (omzet) Rp 4 juta per minggu. Jadi sedikit (yang pesan), paling cuma 3-5 orang yang tanya-tanya produk. Beberapa minta foto real produknya, tapi karena tidak bisa kirim foto, customer gak jadi pesan," ujar Nadya, pemilik toko daring @i.kyds kepada Republika.co.id, Jumat (24/5).

Tubagus, penjual barang-barang kebutuhan rumah tangga, juga mengeluhkan kebijakan pemerintah ini. Meskipun ia juga menjual produknya melalui aplikasi Tokotalk, namun selama ini fokus pemasarannya melalui Instagram dan Facebook, sehingga dampak pemblokiran sangat berpengaruh sekali.

Dia pun hanya mendapatkan sedikit pesanan dan dalam tiga hari ini lebih banyak promosi ke orang-orang terdekat. "Dari biasanya saya closing 15-20 order , setelah diberlakukan blokir cuma 1-2 konsumen yang closing, itupun closing dengan konsumen yang repeat order. Saya rasa dalam hal ini harus mengkaji ulang terkait keputusan pemblokiran, karena banyak jutaan UMKM seperti saya yang menggantungkan penjualan dari Facebook," ujar pemilik toko @familylover.co ini.

Sementara itu, penjualan di marketplace e-commerce tidak terdampak sama sekali.  "Kegiatan operasional berjalan seperti layaknya, bahkan animo masyarakat untuk berbelanja online meningkat," kata Head of Corporate Communication Bukalapak, Intan Wibisono.

Tokopedia juga mengaku bahwa tidak ada dampak signifikan terhadap transaksi di marketplace tersebut. "Berkaitan dengan pemblokiran, tidak ada dampak signifikan terhadap ekosistem kami. Kami tetap positif," kata VP Corporate Communications Tokopedia, Nuraini Razak.

Menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira, sebanyak 66 persen transaksi jual beli online terjadi di platform media sosial seperti Instagram, Facebook dan WhatsApp. Hanya 16 persen transaksi lewat marketplace, berdasarkan riset Ideas 2017.

"Nilai transaksi e-commerce berdasar riset Indef di 2019 diperkirakan 8,7 miliar dolar AS atau Rp 126 triliun. Dibagi 365 hari rata rata Rp 345 miliar per hari," jelas Bhima.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement