REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan teknologi finansial (tekfin) peer to peer (P2P) lending Kredit Pintar mulai menyasar pembiayaan untuk sektor produktif. Sejak berdiri pada April tahun lalu, Kredit Pintar fokus menggarap pasar konsumtif.
Upaya yang dilakukan Kredit Pintar dalam menyasar sektor produktif yaitu dengan meluncurkan produk pembiayaan untuk petani yang diberi nama Petani Pintar. "Kedepan kita ingin lebih banyak di produktif. Selain petani, kita eksplore segmen lain juga," ujar CEO dan Co-founder Kredit Pintar, Wisely Reinharda Wijaya, Rabu (22/5).
Menurut Wisely, Petani Pintar diluncurkan untuk menjawab permasalahan petani yang sulit mendapatkan akses permodalan. Dengan produk Petani Pintar, petani bisa memperoleh pembiayaan bibit dan pupuk hingga Rp2 juta dengan bunga 6 persen hanya menggunakan KTP dan Kartu Keluarga.
Berbeda dengan Kredit Pintar, untuk mendapatkan pembiayaan dari Petani Pintar ini pendaftaran dilakukan secara offline. Bahkan untuk verifikasi data, disediakan tim khusus yang akan melakukan verifikasi data ke rumah-rumah para petani yang menjadi calon nasabah.
Untuk penyaluran kredit, Petani Pintar menggandeng kelompok tani dengan menggunakan skema tanggung renteng. Menurut Wisely, cara ini ditempuh untuk memitigasi risiko gagal bayar. Sehingga, penagihan-penagiham dengan cara tidak etis pun bisa dihindari.
Wisely menjelaskan, tahun ini Petani Pintar akan fokus menyasar para petani yang berada di Pulau Jawa. Sebagai langkah awal, Petani Pintar pertama kali diluncurkan di Wonodadi, Kecamatan Kutorejo, Kabupaten Mojokerto, Jawa Tengah.
"Di Wonodadi total pupulasi ada 3000 penduduk, 80 persennya merupakan petani," kata Wisely.
Wisely menargetkan pembiayaan melaluo Petani Pintar bisa berkontribusi sebesar 10 persen terhadap pembiayaan keseluruhan Kredit Pintar. Per April 2019, menurut Wisely, Kredit Pintar telah memyalurkan pembiayaan hingga Rp4 triliun. Sementara total nasabah sampai saat ini berjumlah 3 juta.
Dari segi pendanaan, Wisely mengatakan, Kredit Pintar tidak lagi menggandeng lender ritel melainkan didukung sepenuhnya oleh institusi seperti bank lokal. "Kita udah nggak pakai lender dari ritel karena maintainancenya membutuhkan tim dan cost yang lebih besar," tutur Wisely.
Ketua Harian Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah mengapresiasi langkah Kredit Pintar untuk menyasar sektor produktif khususnya sektor pertanian. Menurutnya, banyak para petani Indonesia yang masih belum mendapatkan akses ke peminjaman dari lembaga keuangan.
Kus menjelaskan kebutuhan pembiayaan setiap tahunnya mencapai Rp1000 triliun. Namun, jumlah penyaluran pinjaman online saat ini baru menyentuh angka Rp33 triliun. "Hadirnya fintech p2p lending untuk melayani segmen itu yang tidak terfasilitasi itu," ungkap Kus.