Jumat 17 May 2019 14:21 WIB

Defisit Terus Melebar, Darmin Sebut Ekspor Hadapi Masa Sulit

Di tengah situasi global yang sulit, investasi menjadi hal yang utama bagi pemerintah

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Aktivitas ekspor impor
Foto: Republika/Prayogi
Aktivitas ekspor impor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution, mengatakan, kinerja ekspor nasional tengah menghadapi masa yang sulit akibat perang dagang yang terus berlanjut. Kondisi itu membuat neraca perdagangan Indonesia makin tertekan dan dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi.

“Defisitnya memang besar. Artinya itu membuat kita harus betul-betul kembali mempelajari situasi,” kata Darmin kepada wartawan di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (17/5).

Baca Juga

Darmin menyampaikan, di tengah situasi global yang sulit saat ini, investasi menjadi hal yang utama bagi pemerintah. Sebab, investasi selalu dikaitkan dengan upaya meningkatkan ekspor nasional. Namun, di sisi lain hal itu tidak mudah di tengah perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina.

Dirinya memprediksi, perang dagang antara kedua negara itu akan berlangsung dalam jangka panjang. Sebab, keduanya hingga saat ini belum menunjukkan tanda-tanda untuk berdamai. Karena itu, Darmin mengatakana, investasi yang masuk harus didorong untuk industri yang dapat melakukan subtitusi barang impor dengan produksi dalam negeri.

Hal itu sudah sejalan dengan berbagai insentif fiskal yang telah diterbitkan pemrintah. Seperti misalnya libur pajak sementara atau tax holiday.  “Jadi ini situasi yang tidak terlalu menggembirakan tapi tidak perlu juga pesimistis. Kalau kita mau ekspor harus lebih cermat, apa barangnya. Kalau hanya coba-coba saat situasi begini itu tentu tidak benar,” kata dia.

Lebih lanjut, Darmin menyatakan, pemerintah masuh harus bekerja lebih keras untuk mendorong substitusi impor maupun menjaga kinerja ekspor nasional. Di satu sisi, laju impor masih harus dijaga agar tidak melemah. Khususnya untuk impor barang modal dan bahan baku yang diperlukan bagi industri berorientasi ekspor di Indonesia.

“Pertumbuhan bisa menurun kalau kita tidak bisa mencari jalan untuk ini,” ujarnya.

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan pada April 2019 tercatat defisit 2,5 miliar dolar AS. Ekspor tercatat 12,60 miliar dolar AS atau turun 13,10 persen dibanding April 2018. Sementara, nilai impor mencapai 15,10 miliar dolar AS, turun 6,58 persen dari April tahun lalu.

Kondisi defisit terjadi pada sektor perdagangan migas dan nonmigas. Khusus pada perdagangan migas, BPS menyatakan terjadi defisit sebesar 1,49 miliar dolar AS. Sementara, sektor nonmigas mengalami defisit 1 miliar dolar AS.

“Kita sudah menyiapkan langkah-langkah untuk mendorong ekspor dan substitusi impor. Tapi kalau ekspornya tidak bisa seperti di masa lalu tidak apa-apa, yang penting pertumbuhan bisa dijaga,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement