REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menilai, menurunnya kinerja ekspor pada April menunjukkan indikasi perlambatan industri manufaktur. Sebab, kondisi tersebut diiringi dengan kinerja impor bahan baku/penolong dan barang modal yang melambat masing-masing 6,28 persen dan 8,68 persen dibandingkan tahun lalu.
Andry mengatakan, pertumbuhan ekspor terutama komponen yang memiliki kontribusi terbesar terhadap ekspor total yaitu ekspor nonmigas. Tapi, pada April ini, komponen tersebut menurun 10,98 (yoy) dibandingkan dengan ekspor pada periode yang sama di tahun lalu. "Ekspor industri manufaktur bahkan jatuh lebih dalam 11,82 persen," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (15/5).
Sementara itu, Andry menambahkan, pola industri Indonesia memiliki kelemahan di sektor hulu yang masih mengandalkan impor. Ketika impor turun, terutama pada bahan baku dan barang penolong, hampir dapat dipastikan terjadi perlambatan pada industri dan juga investasi.
Di sisi lain, Andry menjelaskan, sejumlah negara dan kawasan kini mulai tertutup terhadap minyak sawit mentah (CPO) Indonesia. Padahal, CPO merupakan kontributor utama ekspor nonmigas bagi Indonesia. Penurunan ekspor tersebut dapat dilihat dari kontraksi pada golongan barang HS 2 digit lemak dan minyak hewan nabati sebesar 19,88 persen.
Banyak cara yang dapat dilakukan pemerintah. Andry mengatakan, salah satunya adalah menyelesaikan permasalahan ekspor sawit, yakni dengan cara mencari pembeli potensial selain negara-negara tradisional yang saat ini masih tertutup dan memberikan restriksi terhadap produk-produk sawit kita. "Itu untuk jangka pendek," tuturnya.
Sementara itu, untuk jangka panjang, Indonesia harus bisa beralih atau melakukan diversifikasi komoditas ekspor. Pemerintah harus mendiversifikasi komoditas dari commodity-based export seperti sawit dan batu bara menjadi berdasarkan technological-based export yang mana merupakan barang-barang berteknologi tinggi seperti elektronik.
Menurut data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor pada April 2019 mencapai 12,60 miliar dolar AS. Nilai tersebut mengalami penurunan 13,10 persen dibanding dengan ekspor April 2018 yang mencapai 14,49 miliar dolar AS. Secara month-to-month (m-to-m), kinerja ekspor juga menunjukkan penurunan 10,80 persen, di mana nilai ekspor pada Maret 2019 adalah 14,12 miliar dolar AS.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, penurunan ekspor April 2019 dibandingkan Maret 2019 disebabkan oleh penurunan ekspor nonmigas 8,68 persen, dari 12,98 miliar dolar AS menjadi 11,85 miliar dolar AS. Ekspor migas juga turun sebesar 34,95 persen, dari 1,14 miliar dolar AS menjadi 741,9 juta dolar AS.