REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kontribusi terbesar terhadap perkembangan keuangan syariah di Indonesia masih berasal dari sektor pasar modal. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), aset industri keuangan syariah per Januari 2019 mencapai Rp1.291,48 triliun.
"Jumlah tersebut tidak termasuk saham," ujar Direktur Pasar Modal Syariah OJK, Fadilah Kartikasasi, dalam acara diskusi bersama media, kemarin.
Pasar modal syariah, di luar kapitalisasi saham yang tercatat di Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI), memberikan kontribusi sebesar 55,06 persen atau Rp 711,15 triliun. Angka ini jauh lebih besar daripada aset di perbankan syariah yang sebesar Rp 479,17 triliun maupun di Industri Keuangan Non Bank (IKNB) syariah yang senilai Rp 101,16 triliun.
Namun, secara agregat, market share industri keuangan syariah di Indonesia baru mencapai 8,55 persen dari total keseluruhan aset di industri jasa keuangan. Adapun komposisi aset di pasar modal per 5 April 2019 didominasi oleh saham syariah yang mencapai Rp 3.804 triliun atau meningkat 6,50 persen yoy.
Aset pasar modal syariah selanjutnya didominasi oleh sukuk negara senilai Rp 686,88 triliun atau meningkat 33,48 persen yoy. Kemudian disusul aset di reksa dana syariah senilai Rp 36,24 triliun atau meningkat 36,44 yoy dan di sukuk korporasi sekitar Rp 24,23 triliun atau naik sebesar 32,86 persen yoy.
Untuk mengembangkan keuangan syariah ini, menurut Fadilah, OJK akan lebih gencar memperluas edukasi terkait pasar modal syariah di kalangan akademisi perguruan tinggi. Saat ini, pihaknya tengah menyempurnakan draft modul pasar modal syariah sebagai standar materi pengajaran di perguruan tinggi.
"Banyak perguruan tinggi yang punya program studi berbau syariah tapi belum ada pasar modal syariah. Kalaupun ada kualitas substansinya sangat berbeda," tutur Fadilah.