REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Guna menuju target sebagai Indonesia Bebas Rabies pada 2030 mendatang, pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) menjalankan program pemberantasan rabies yang salah satunya berhasil mengembangkan vaksin Neorabivet. Vaksin tersebut memiliki keunggulan dibanding vaksin produksi sebelumnya, Rabivet Supra.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) I Ketut Diarmita mengatakan, keunggulan vaksin Neorabivet adalah karena masa proteksi pengebalan terhadap hewan lebih panjang dengan rentang waktu minimal satu tahun usai vaksinasi dilakukan.
“Neorabivet ini diproduksi oleh Pusvetma yang akan diedarkan setelah tarifnya ditentukan,” kata Ketut saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (2/5).
Dia menjelaskan, karena status Pusvetma merupakan Badan Layanan Umum (BLU), maka penerapan tarif vaksin Neorabivet harus dikukuhkan melalui penetapan peraturan menteri keuangan (PMK). Saat ini, kata dia, produk vaksin yang baru diluncurkan tersebut masih akan menunggu pengeluaran PMK dan diharapkan dapat terbit pada Mei ini sehingga dapat segera dapat terdistribusi.
Dia menjelaskan, selain dari aspek kualitas yang mampu melindungi hewan selama satu tahun, vaksin Neorabivet juga dinilai ekonomis dan kompetitif secara harga dibanding dengan vaksin rabies impor. Menurut Ketut, harga vaksin Neorabivet akan dipatok sebesar Rp 8.900 per dosis sebagaimana yang diatur dalam PMK yang akan segera diterbitkan.
“Ya memang, kalau dibandingkan dengan Vaksin Rabivet Supra, harganya lebih sedikit tinggi. Yang Rabivet Supra itu kan hanya Rp 5.000 per dosis,” kata dia.
Meski begitu, perbandingan vaksin Neorabivet dengan vaksin vaksin rabies impor masih cukup lebih murah. Diketahui, harga vaksin rabies impor dipatok dalam kisaran antara Rp 9.000-Rp 15 ibu per dosis. Sedangkan secara kualitas, kata Ketut, kedua vaksin tersebut relatif sama khususnya dalam memberikan perlindungan kekebalan terhadap penyakit rabies hewan.
Terkait dengan maraknya penyakit rabies hewan di Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB), dia berkomitmen akan segera mendistribusikan vaksin tersebut ke sejumlah daerah endemis rabies, termasuk ke NTB dan Bali. Nantinya, vaksin yang didistribusikan ke wilayah endemis rabies akan dibeli dengan menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan daerah (APBD).
“Mengingat, Pusvetma adalah UPT (unit pelaksana tugas) Ditjen PKH yang sudah ditetapkan sebagai BLU,” kata dia.
Dia menambahkan, vaksin rabies tersebut nantinya akan disebarkan ke wilayah endemis yang sedang menjalankan program pemberantasan rabies. Selain untuk pemberantasan, kata dia, vaksin Neorabivet tersebut diharapkan dapat digunakan untuk program pencegahan di daerah yang berisiko tertular rabies.