Senin 29 Apr 2019 20:24 WIB

Rumah Rakyat Perlu Diakomodasi dalam Zona Khusus RDTR

Zona khusus akan membuat harga tanah bagi rumah bersubsidi bisa terkontrol.

Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata
Foto: REI
Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) perlu mengakomodir pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di kawasan perkotaan agar tercipta keadilan. Caranya dengan membuat zona khusus bagi rumah rakyat di perkotaan di tiap daerah.

Pemerintah daerah saat ini sedang menyusun RDTR. Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata mengatakan rencana tata ruang perkotaan harus berpihak kepada rakyat kecil. Kamun miskin kota dan MBR juga perlu diberi kesempatan untuk memiliki tempat tinggal di dalam kota.

"Harus ada inovasi seperti zona perumahan rakyat dalam RDTR, terutama di perkotaan yang menjadi sasaran urbanisasi,” ujar Eman. Ia menyampaikan komentarnya saat menjadi menjadi nara sumber pada acara 'Pelatihan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi' yang digelar Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) DKI Jakarta.

Eman mengingatkan laju urbanisasi harus dikelola dengan baik sehingga memberikan manfaat yang lebih besar untuk pertumbuhan ekonomi. Sekitar 68 persen penduduk Indonesia diperkirakan bakal tinggal di perkotaan pada 2025.

Merujuk data Bank Dunia, Eman menyebutkan, satu persen laju urbanisasi baru mampu meningkatkan empat persen PDB per kapita masyarakat Indonesia. Padahal di negara lain seperti Thailand dan Vietnam, satu persen laju urbanisasi dapat mendorong 7 persen sampai delapan persen PDB per kapita penduduknya.

Zona perumahan rakyat dalam RDTR, Eman menyatakan, memberi akses lebih luas bagi MBR untuk memiliki rumah di dalam kota seperti diterapkan di banyak negara. Keadilan tata ruang ini dapat pula membendung arus urban sparwl yang menyebar ke pinggiran kota.

Akibatnnya, MBR terpaksa tinggal jauh dari pusat kota sehingga mengakibatkan kemacetan, polusi, ketidakefisienan dan biaya transportasi yang mahal. “Kalau ada zona khusus untuk rumah rakyat di dalam detail tata ruang, maka harga tanah akan terkontrol, demikian juga pajak bumi dan bangunannya," ujar Eman.

 

Pihak swasta, Eman melanjutkan, bisa terlibat dalam pembangunan rumah di zona khusus. Asalnya tetap membangun rumah bagi MBR. "Tidak boleh komersial," kata Presiden Federasi Realestat Dunia (FIABCI) Asia Pasifik ini menegaskan.

Hingga Maret 2019, berdasarkan data Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), baru 52 Perda RDTR yang telah selesai dibahas. Untuk seluruh kota di Indonesia dibutuhkan 1.383 Perda RDTR. Realisasis RDTR terbilang masih rendah.

 

Zona khusus rumah rakyat di dalam RDTR, Eman meyakini, akan efektif membantu Program Sejuta Rumah (PSR) yang sedang digiatkan pemerintah. Efektif baik dari sisi permintaan atau kebutuhan masyarakat maupun penyediaan (pasokan) dari pengembang. Keberadaan zona khusus dengan harga lahan terkontrol akan memudahkan pengembang rumah bersubsidi mencari lahan dengan harga terjangkau.

Pelatihan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi diikuti puluhan perencana kota dari Jakarta dan Jawa Barat. Pelatihan melibatkan pemateri dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan Provinsi DKI Jakarta, akademisi, dan praktisi termasuk dari REI.

Ketua IAP DKI Jakarta, Dhani Muttaqien, mengatakan pelatihan dihelat untuk meningkatkan kompetensi para perencana kota dalam penyusunan RDTR. Terlebih, banyak kawasan perkotaan yang belum memiliki Perda RDTR yang dapat menimbulkan ketidakpastian usaha di berbagai sektor.

"Ada pekerjaan besar bagi para perencana kota untuk dapat terlibat dalam penyusunan RDTR di seluruh Indonesia," ujar Dhani. RDTR adalah dasar bagi perizinan, baik untuk izin mendirikan bangunan (IMB), izin prinsip, izin lokasi, atau izin lingkungan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement