Jumat 26 Apr 2019 09:46 WIB

Pasar Ekonomi Digital Indonesia Jadi Incaran Start-up Global

Indonesia dinilai negara yang berpotensi besar untuk mengembangkan usaha start-up

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Start-up (ilustrasi)
Foto: expertbeacon.com
Start-up (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Perkembangan teknologi yang pesat, turut mengubah model bisnis. Kemunculan perusahaan start-up ialah contoh nyata.

Kehadiran mereka memberikan pengaruh yang luas. Berdasarkan data Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan (Kemenristekdikti) pada tahun lalu ada 956 start-up yang dikelola dari awalnya ditargetkan mencapai 850 dan saat ini jumlah start-up telah mencapai 1.307.

Baca Juga

Hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara di Asia Pasifik yang menjadi tujuan start-up untuk menempatkan kantor pusatnya. Alasannya, Indonesia dinilai negara yang berpotensi besar untuk mengembangkan usaha.

Salah satu start-up yang telah memindahkan kantor ke Indonesia adalah Avnos. Perusahaan start-up cybersecurity global ini memutuskan untuk memindahkan kantor pusatnya dari Singapura ke Indonesia.

Dengan pendanaan senilai 10 juta dolar AS, start-up ini akan meningkatkan investasi sekaligus mengembangkan pusat penelitian dan pengembangan (R&D) di Jakarta.

CEO & Co-Founder Avnos Ivan Goh mengatakan Avnos menjadi start-up cybersecurity pertama yang pertama yang memindahkan kantor pusatnya untuk kawasan Asia Pasifik dari Singapura ke Indonesia.

"Avnos sebagai start-up software enterprise sangat antusias menjadi bagian dari komunitas start-up Indonesia yang sedang berkembang, dan pemindahan kantor pusat Asia Pasifik ke Indonesia memiliki andil besar dalam mencapai visi besar kami untuk pasar Asia Pasifik," ujarnya dalam keterangan tulis yang diterima Republika, Jumat (26/4).

Pemindahan kantor pusat ini, lanjut Ivan, juga akan diikuti dengan penambahan jumlah SDM ahli dalam negeri dari 25 orang menjadi 70 orang hingga pengujung 2020.

"Avnos menjadikan Indonesia sebagai pasar prioritas pertama dengan melakukan investasi besar dalam penjualan, pemasaran, dukungan teknis dan sumber daya R&D‎," ucapnya.

Sementara Direktur Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi DJP Iwan Djuniardi menambahkan saat ini perusahaan jasa keuangan menjadi korban serangan cybersecurity 300 kali lebih sering dan menimbulkan kerugian lebih besar dibanding industri bisnis lainnya. Akibat adanya serangan cybersecurity tersebut, perusahaan jasa keuangan harus menelan kerugian sekitar 18 juta dolar AS per perusahaan.

Sementara kerugian pada perusahaan dari sektor industri lainnya berkisar 12 juta dolar AS. ”Kebijakan Avnos untuk membangun, merawat dan menumbuhkan talenta cyber R&D di Indonesia akan membantu menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap dunia maya, dan pada akhirnya akan meningkatkan jumlah sumber daya yang lebih berbakat untuk membantu mempertahankan kedaulatan dunia maya Indonesia,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement