Sabtu 13 Apr 2019 01:15 WIB

Importir: Tidak Mudah Dapat Rekomendasi Impor

Importir mendapatkan kewajiban menanam bawang putih 100 ton jika mengimpor 2.000 ton.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Petani memanen bawang putih varietas Lumbu Kuning di perladangan kawasan lereng gunung Sindoro Desa Canggal, Candiroto, Temanggung, Jawa Tengah, Senin (18/3).
Foto: ANTARA FOTO/Anis Efizudin
Petani memanen bawang putih varietas Lumbu Kuning di perladangan kawasan lereng gunung Sindoro Desa Canggal, Candiroto, Temanggung, Jawa Tengah, Senin (18/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Importir bawang putih di Indonesia mengaku bukan perkara mudah untuk bisa mendapatkan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) dari pemerintah. Sebab, verifikasi oleh Kementerian Pertanian dilakukan secara ketat dari mulai luas lahan hingga jumlah produksi. 

Salah satu importir mandiri bawang putih, Heryanto, mengatakan, pihaknya sebagai satu dari puluhan importir bawang putih dalam negeri telah mengikuti kebijakan wajib tanam sejak 2017. Meskipun dihadapi banyak tantangan di lapangan, secara perlahan kebijakan tersebut bisa dilakukan. 

Baca Juga

"Saya sudah sejak 2017, lalu 2018, dan sekarang tahun 2019 sedang mengajukan RIPH. Setelah dapat RIPH, baru kita tanam dan setelah itu dapat izin impor," kata Heryanto kepada Republika.co.id, Jumat (12/4). 

Heryanto mengatakan, area pertanaman yang ia miliki saat ini berada di kawasan dataran tinggi Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Di kawasan tersebut, setidaknya terdapat sekitar 20 importir yang selalu rutin melakukan wajib tanam lima persen dari kuota impor yang diberikan. 

Ia mencontohkan, jika suatu perusahaan importir bawang putih mengajukan impor sebanyak 2.000 ton, maka dia memiliki kewajiban untuk menanam bawang putih dan menghasilkan 100 ton bawang putih, setara lima persen dari total pengajuan. 

Untuk menghasilkan 100 ton bawang putih, setidaknya pihak importir harus menanam bawang putih seluas 16,6 hektare. Jumlah luasan tanam itu mengacu pada asumsi produktivitas minimal sebesar 6 ton per hektare.

Namun, ia mengaku Kementan telah memberlakukan aturan baru, dimana importir lama bisa mendapatkan RIPH jika sudah menanam 10 persen dari kewajiban tanam, sementara perusahaan baru wajib menanam 25 persen dari total kewajiban. 

"Itu memang sudah sesuai yang diminta oleh Kementan, yang penting kita sebagai importir melakukan kewajiban sebagaimana diminta oleh pemerintah," ujar dia. 

Karena itu, Heryanto juga menyayangkan jika akhir-akhir ini para importir bawang putih seolah dituduh tidak memenuhi kewajiban tanam. Padahal, kata Heryanto, semua importir tidak dapat disamakan dan telah berupaya untuk bisa melakukan kewajiban tanam demi mendapatkan rekomendasi dan perizinan impor. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement