Jumat 12 Apr 2019 04:30 WIB

BCA Belum Siap Sediakan Layanan Pinjaman Online

Masyarakat Indonesia belum sepenuhnya memiliki edukasi soal pinjaman online.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja (keempat kiri), Presiden Komisaris Djohan Emir Setijoso (ketiga kanan), Komisaris Independen Cyrillus Hariwono (kedua kanan), Komisaris Tonny Kusnadi (kanan), dua Wakil Presiden Direktur Eugene Keith Galbraith (ketiga kiri) dan Armand Wahyudi Hartono (kedua kiri) serta Direktur Subur Tan (kiri) berbincang sebelum Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Bank Central Asia (BCA) Tbk, di Jakarta, Kamis (11/4/2019).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja (keempat kiri), Presiden Komisaris Djohan Emir Setijoso (ketiga kanan), Komisaris Independen Cyrillus Hariwono (kedua kanan), Komisaris Tonny Kusnadi (kanan), dua Wakil Presiden Direktur Eugene Keith Galbraith (ketiga kiri) dan Armand Wahyudi Hartono (kedua kiri) serta Direktur Subur Tan (kiri) berbincang sebelum Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Bank Central Asia (BCA) Tbk, di Jakarta, Kamis (11/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menyatakan belum berencana menyediakan layanan pinjaman online. Mengingat layanan ini tengah booming dilakukan perusahaan Financial Technology (Fintech) Peer to Peer (P2P).

Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan saat ini masyarakat Indonesia belum memiliki sikap kedewasaan dalam hal pinjaman online. “Ada nasabah ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) kasusnya dia pinjam ke 15 aplikasi. Mungkin kecil-kecil (pinjaman) tapi bunganya tinggi, dia tidak bisa bayar, dia pinjam ke aplikasi lain. Mulai dari rumah sampai kantor diteror, ini butuh kedewasaan masyarakat,” ujarnya saat acara ‘Pembukaan Rekening Online BCA’ di Hotel Kempinski, Kamis (11/4).

Baca Juga

Menurutnya masyarakat Indonesia belum sepenuhnya memiliki edukasi soal pinjaman online. Padahal, pinjaman online memiliki bunga dan cicilan tinggi, sehingga harus memikirkan pertimbangan daya bayar masyarakat itu.

“Kita belum siap. Biarkan P2P Lending yang mulai. Kalau sudah matang kita ikuti, kalau tahu kunci-kunci algoritmanya,” ucapnya.

Di sisi lain, Jahja menyarankan masyarakat selalu berhati-hati dalam bertransaksi menggunakan aplikasi perbankan digital. Meskipun sudah dilengkapi dengam sistem keamanan yang ketat, kata Jahja, nasabah juga tidak boleh lalai dalam melakukan transaksi keuangan.

“Masih banyak nasabah mengabaikan imbauan bank mengenai ketentuan dalam memilih kombinasi nomor sandi Personal Identification Number (PIN) dalam aplikasi digital banking,” ungkapnya.

Menurutnya selama ini nasabah banyak menggunakan kata sandi yang mudah ditebak seperti tanggal lahir atau tanggal pernikahan. Selanjutnya, nasabah juga sering menuliskan nomor PIN di sembarangan tempat, sehingga mudah diketahui oleh orang yang tak dikenal.

Tak hanya itu, kata Jahja, kelalaian masyarakat dalam penggunaan fasilitas perbankn masih rendah. Salah satunya, tingkat migrasi dari kartu berteknologi Magnetic Stripe ke Teknologi Chip.

“Saat ini kami mencatat dari 18 juta kartu baru 8 juta yang sudah bermigrasi ke Chip, rendah sekali,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement