REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasar surat berharga negara (SBN) diprediksi berpotensi berfluktuasi seusai gelaran pemilihan umum (Pemilu) nanti. Meski demikian, menurut ekonom PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), Fikri C Permana, ada beberapa faktor global yang masih perlu untuk dicermati.
Walau sudah mulai menemui titik terang, perundingan dagang AS-Cina masih perlu diwaspadai. Begitu juga dengan kecenderungan yield global, khususnya di AS, serta kelanjutan hasil Brexit. "Secara umum mungkin dampaknya akan relatif lebih rendah dibanding faktor domestik," kata Fikri saat dihubungi Republika.co.id, Senin (8/4).
Sementara, dari sisi domestik, Fikri melanjutkan, dampak defisit neraca dagang masih akan menjadi perhatian. Bila tidak dicermati, defisit neraca dagang ini bisa menurunkan daya saing rupiah sehingga otoritas moneter, dalam hal ini Bank Indonesia (BI) perlu dengan sangat hati-hati dalam menjaga nenurunkan tingkat suku bunga nantinya.
Fikri mengkhawatirkan, pilihan kebijakan yang tidak tepat justru dapat mendorong dana keluar atau capital outflow. Tidak hanya itu, dampak lainnya yang mungkin terjadi adalah penurunan likuiditas pasar keuangan dometik, depresiasi rupiah, crowding out effect terhadap sektor perdagangan, kenaikan inflasi dalam negeri, bahkan ancaman penurunan pertumbuhan ekonomi.
"Dari capital outflow saja, SBN kayaknya sudah mulai bervolatilitas tinggi," lanjut Fikri.
Fikri menambahkan, kondisi ini juga akan bisa diperburuk bila diikuti dengan government deficit yang besar. Karenanya dari sisi fiskal, faktor penerimaan khususnya dari pajak akan menjadi hal yang akan sangat sensitif.
Meski demikian, sejumlah dampak itu bisa diminimalkan apabila penerimaan dan tax ratio dapat ditingkatkan. Fikri berharap, ketakutan twin deficit (current account deficit-CAD dan government deficit) yang dapat menjadi sumber volatilitas yang lebih besar terhadap SBN dapat dikurangi.