REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga bawang merah yang menguat di pasar dalam beberapa hari ini disambut baik para petani di beberapa sentra utama. Apalagi, dalam rentang tiga bulan sebelumnya, yaitu Desember hingga Februari lalu, harga bawang merah di tingkat petani tertekan.
Untuk menjaga stabilitas, pemerintah terus memantau dan mewaspadai pergerakan harga bawang merah untuk mengantisipasi permainan spekulan yang bisa berdampak memberatkan konsumen, bahkan bisa merugikan petani.
“Prinsipnya, sebagai salah satu komoditas strategis nasional, bawang merah perlu dijaga stabilitas harganya. Kalau harga terlalu tinggi, tak hanya konsumen yang tidak happy, petani pun tidak enjoy kok,” kata Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) Yasid Taufik di Jakarta, Rabu (27/3).
Menurut Yasid, Kementan mematok harga Rp 32 ribu per kilogram sebagai harga batas psikologis bawang merah di pasar. “Kalau sudah di atas 32 ribu per kilogram di pasar, perlu diwaspadai.”
Harga batas atas tersebut, kata Yasid, merujuk pada Permendag Nomor 96 tahun 2018 yang menetapkan harga acuan di tingkat konsumen maksimal Rp 32 ribu/kg. Karena itu, Yasid mengaku heran dengan lonjakan harga bawang merah yang terjadi di pasar induk dan pasar ritel Jakarta. Sebab, disparitas harga di tingkat petani sampai ke ritel lebih dari Rp 20 ribu per kilogram.
“Siapa yang berperan di sini? Yang ngeruk untung ini siapa? Kami pantau betul pergerakan harga tiap harinya. Ini yang membuat saya heran. Dalam satu hari bisa naik sampai Rp 3 ribu di pasar induk. Ada apa ini? Satgas Pangan bisa saja selidiki ini,” kata Yasid.
Berdasarkan pantauan Posko Ditjen Hortikultura Kementan, harga bawang merah di tingkat petani menunjukkan adanya penguatan harga. Harga rata-rata nasional terbilang normal di petani, yakni Rp 17 ribu per kilogram dan di pasar petani Rp 29 ribu per kilogram. Data mengejutkan terjadi di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) yang mencatat lonjakan harga cukup tinggi dari awal Februari hanya Rp 10 ribu hingga Rp 13 ribu per kilogram menjadi Rp 31 ribu per kilogram (Rabu, 26/3). Naiknya harga di Pasar Induk Kramat Jati langsung diikuti dengan kenaikan di tingkat ritel yang mencapai Rp 35 ribu sampai Rp 40 ribu per kilogram.
Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Ditjen Hortikultura Kementan Mohammad Ismail Wahab menjamin pasokan bawang merah secara nasional masih aman. Kenaikan harga saat ini dinilai hanya bersifat sementara. “Sebentar juga akan berangsur normal kok. Baru-baru ini saya ke sentra off season di Madura. Panen bulan Maret-April ini cukup banyak. Demak juga panen. Bima panen. Solok panen setiap hari. Indramayu juga ada panen. Kalau kenaikan ini terus berlangsung, pasti ada yang tidak beres. Tentu pemerintah dan Satgas Pangan tidak akan tinggal diam,” kata Ismail.
Menurut Ismail, panen bawang merah cukup melimpah di berbagai sentra. Sampai akhir Maret ini, Brebes panen 2.100 hektare, Cirebon 700 hektare, Bima 400 hektare, Bandung 800 hektare, dan Solok 600 hektare. Awal April mendtang menyusul Demak panen 1.370 hektare, Pamekasan 1.500 hektare, Pati 600 hektare, Bandung 580 hektare, Kendal 150 hektare.
“Total Maret sampai April sekitar 12 ribu hektare di 20 kabupaten sentra. Cukup bahkan lebih untuk kebutuhan warga Jakarta yang diperkirakan 3.000 ton per bulan atau cukup 300 hektare,” kata Ismail.
Ketua Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI) Juwari menerangkan, saat ini harga bawang merah memang membaik. Kendati demikian, dia memastikan harga seperti seperti saat ini tidak akan berlangsung lama. “Hari ini saja sudah turun Rp 3.000 per kilogram di pasar induk dibandingkan harga kemarin. Kami sebagai petani juga tidak ingin harga melonjak terlalu tinggi karena kami selain petani juga sekaligus konsumen,” ujarnya.