Jumat 22 Mar 2019 22:50 WIB

Adaro: Kami Bertahan Karena Mau Berubah

Era disruptif menuntut pembisnis untuk melakukan berbagai macam perubahan.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Gita Amanda
Cafe CEO.  Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk Garibaldi Thohir memberikan paparan saat menjadi narasumber pada acara Cafe CEO Republika, Jakarta, Jumat (22/3). Diskusi santai tersebut mengambil tema
Foto: Prayogi/Republika.
Cafe CEO. Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk Garibaldi Thohir memberikan paparan saat menjadi narasumber pada acara Cafe CEO Republika, Jakarta, Jumat (22/3). Diskusi santai tersebut mengambil tema

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memasuki era perubahan atau lebih erat dikenal sebagai era disruptif menuntut pembisnis untuk melakukan berbagai macam perubahan yang sesuai dengan perkembangan zaman. Langkah ini pun dilakukan oleh perusahaan batubara, Adaro Energy.

Presiden Direktur Adaro Energy, Garibaldi Tohir, menjelaskan banyak pihak menilai bisnis di sektor batubara merupakan sektor yang oldstyle. Perusahaan tambang sangat erat kaitannya dengan bisnis menambang dan menjual saja. Namun, kata Boy, sapaan akrab Garibaldi, bukan berarti perusahaan tambang terbebas dari disrupsi.

Baca Juga

"Kalau saya bisa sharing, ternyata di perusahaan batubara Adaro pun kalau tidak melakukan satu disrupsi atau perubahan mindset yang mendasar maka bisnis ini tidak akan bertahan lama," ujar Boy di acara Cafe CEO, Jumat (22/3).

Boy menjelaskan Adaro pun tidak tinggal diam dalam kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi, kata Boy, menjadi tuntutan dirinya untuk mengubah Adaro agar tak tergerus dengan kemajuan teknologi.

Salah satu cara mengubah Adaro adalah dengan mengembangkan pilar perusahaan yang sebelumnya hanya melakukan penambangan saja, tapi kemudian juga melakukan pengiriman dan pengelolaan logistik secara integrasi. "Kalau saya tidak melakukan perubahan secara menyeluruh di tahun 2008 waktu krisis keuangan pertama, dan kemarin di 2013 mungkin Adaro sudah nggak ada," ujar Boy.

Boy melihat salah satu konsumen terbesar perusahaannya adalah pembangkit listrik. Ia pun melihat saat tahun 2005 listrik menjadi salah satu kebutuhan penting bagi negara. Maka, ia pun menguatkan sektor power untuk Adaro.

"Waktu itu saya mikirnya di 2005-2006 kita ekspor ke banyak negara, hampir seluruh perusahaan itu PLTU jadi, bagaimana saya bisa memberikan kontribusi balik ke negara. Waktu itu masih kekurangan listrik. Jadi saya masuk ke power plant. Stage pertama self disrupsi saya adalah dari satu ke tiga pilar. Mining, logistik dan power," ujar Boy.

Ia menjelaskan bahwa tantangan tersebut juga bukan tidak mungkin tidak menyerang semua sektor. Boy pun menilai untuk bisa bertahan adalah melakukan perubahan sesuai kemajuan teknologi.

"Jadi disrupsi menurut saya nggak cuma impact yang kayak sekarang teknologi perusahaan retail, perbankan, pariwsata, tetapi juga bisa terkena kepada kita semua. Termasuk ke perusahaan batubara. Jadi kesimpulan saya, suka atau nggak kita harus melakukan perubahan dan harus kita lakukan," ujar Boy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement