Jumat 22 Mar 2019 15:28 WIB

Darmin: Perang Dagang Lebih Berdampak Dibandingkan Bunga Fed

Bank Sentral AS The Federal Reserve memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Darmin Nasution
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Darmin Nasution

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menuturkan, perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan Cina masih menjadi tantangan besar bagi ekonomi Indonesia untuk tumbuh. Sebab, perang dagang menyebabkan kedua negara mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Dampaknya, menurut Darmin, ekspor komoditas Indonesia ke AS ataupun Cina menghadapi hambatan. Berbeda dengan perang dagang, ia justru menilai keputusan bank sentral AS untuk menahan suku bunga acuan tidak memberi dampak langsung terhadap neraca dagang. 

Baca Juga

"Oleh karena itu, buat kita, kalau perang dagang itu dapat diredam apalagi bisa diselesaikan, akan baik sekali," ujarnya ketika ditemui di kantornya, Jumat (22/3).

Untuk kebijakan The Fed, Darmin melihatnya sebagai hal positif. Apabila mereka memutuskan menaikkan suku bunga, maka Indonesia dan negara berkembang lain akan kembali mengalami tekanan. Di sisi lain, kebijakan tersebut memberikan gambaran bahwa ekonomi dunia memang sedang dalam tidak baik.

Tapi, Darmin menambahkan, keputusan The Fed berpotensi mampu menciptakan situasi lebih positif. Sebab, market secara global tidak mempersepsikan bahwa akan ada pengaruh terhadap arus modal dan aspek pasar modal lain.

Menurut Darmin, meski perang dagang memberikan dampak pada Cina maupun AS, Negeri Tirai Bambu mengalami efek paling besar. Sebab, penurunan pertumbuhan Cina lebih banyak. "Meski AS juga tidak mempunyai pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada dasarnya," katanya.

Tapi, Darmin mengatakan, langkah Cina dalam perang dagang cenderung lebih terarah. Mereka menargetkan pihak yang krusial, yakni petani. Oleh karena itu, walaupun dampak mereka tidak sebesar di Cina, Negeri Paman Sam tetap menghadapi tekanan dalam negeri.

Darmin sendiri belum melihat tanda terang dari akhir perang dagang ini. Permasalahan yang sudah berlangsung sejak lama ini akan sulit dihentikan karena melibatkan dua negara dengan kekuatan terbesar.

Kebijakan perang dagang Presiden Donald Trump diketahui telah merugikan ekonomi Amerika Serikat sebesar 7,8 miliar dolar AS dalam produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2018. Angka ini tertulis dalam studi tim ekonom dari universitas-universitas terkemuka AS yang diterbitkan pada pekan lalu.

Para peneliti menganalisis dampak jangka pendek dari tindakan Trump. Mereka menemukan, impor dari negara-negara sasaran menurun 31,5 persen sementara ekspor AS sudah turun sebesar 11 persen. Peneliti juga menemukan, kerugian konsumen dan produsen dari biaya impor yang lebih tinggi mencapai 68,8 miliar dolar AS secara tahunan.

Studi tersebut ditulis oleh tim ekonom di Universitas California Berkeley, Universitas Columbia, Universitas Yale dan Universitas California di Los Angeles (UCLA) dan diterbitkan oleh Biro Riset Ekonomi Nasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement